Liputan6.com, Palembang - Riau dan Sumatera Selatan saat ini berstatus siaga bencana penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Kepala Badan Nasional Penanggangan Bencana Willem Rampangilei mengatakan, dengan status tersebut mengharuskan semua pihak terkait untuk fokus pada upaya pendeteksian dini karhutla.
"Tantangan dan tugas pada 2017 jauh lebih berat jika dibandingkan 2016 karena cuaca diprediksi bakal lebih panas dibanding dua tahun sebelumnya. Karena itu, semua pihak harus lebih memaksimalkan upaya pencegahan dan penanggulangan," kata Willem di Palembang, Sumatera Selatan, seperti dikutip dari Antara, Minggu (19/2/2017).
Baca Juga
Ia mengatakan, pada 2016 jumlah luasan karhutla lebih kecil jika dibandingkan 2015. Hal ini karena terdapat pengaruh La Nina sehingga curah hujan lebih banyak melanda Indonesia.
Advertisement
Namun, situasi akan berbeda pada 2017 karena kemarau diperkirakan terjadi pada Maret hingga kurang lebih 5-6 bulan dan puncaknya pada Juni.
Untuk itu perlu dilakukan langah antisipasi yang bukan hanya pemerintah saja yang aktif tapi juga dibantu para pemangku kepentingan, relawan, dan sebagainya.
Di Sumsel, ia menilai persiapannya sudah cukup matang dan upaya sudah dilakukan tersinergi dengan baik.
"Jangan sampai kita lengah, tingkatkan kewaspadaan. Rencananya akan dikirim dua unit heli waterbombing ke Sumsel dan ini sedang dalam proses," ungkap Willem.
Bantuan juga akan difokuskan ke Riau, karena saat ini karhutla sudah terjadi di daerah tersebut. Namun pemerintah Riau juga telah menggalakkan upaya pemadaman karhutla di daerahnya sehingga kebakaran tak meluas.
Prioritas Pemerintah
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan RI Teten Masduki mengungkapkan, upaya meminimalisir adanya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sudah menjadi prioritas bagi semua pihak agar karhutla dapat dikendalikan sejak dini.
"Pesan Presiden Joko Widodo soal asap, penanggulangannya ini menjadi perhatian. Presiden sudah memanggil Badan Restorasi Gambut untuk memastikan target dan rencana BRG untuk ribuan hektare lahan dalam kondisi siap," kata dia.
Untuk itu juga, peran kerja sama dengan pihak perkebunan yang mendapat izin mengelola lahan sangat penting. Ia meminta agar setiap perkebunan dapat menjaga lahannya masing-masing dan bertanggung jawab bila ada kebakaran sekecil apapun.
"Perkebunan harus memiliki manajemen baik alat pendeteksi elektronik yang dapat mengukur muka air gambut. Memastikan keberadaan sumur bor, tower pemantau adanya kebakaran dan kelengkapan sarana serta prasarana kebakaran hutan dan lahan," kata dia.