Sukses

Mengintip Habitat Burung Maleo

Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang terletajk di dua kabupaten dan dua provinsi, yakni Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, dan Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, dipenuhi spesies burung-burung unik dan langka.

Liputan6.com, Gorontalo: Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Wisata hutan lindung itu terletak di dua kabupaten dan dua provinsi, yakni Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, dan Kabupaten Gorontalo, Gorontalo. Hutan seluas 260.000 hektarenya dipenuhi spesies burung-burung unik dan langka.

Hutan itu didominasi aneka pepohonan, seperti palem matayangan. Selain itu, ada juga tumbuhan agathis, ketapang, dan pohon nira --pohon yang biasanya tumbuh di hutan dataran rendah.

Taman Nasional Bogani berada di ketinggian sekitar 50-2000 meter di atas permukaan laut. Hutan itu juga menjadi habitat bagi sekitar 125 spesies burung, seperti burung pelatuk, kadalan Sulawesi, mandar, dan gagak. Sebagian besar burung tersebut merupakan spesies endemik di Sulawesi.

Taman Nasional Bogani juga surga bagi burung-burung liar.

Jagawana atau petugas penjaga hutan bertugas menjaga kehidupan ekosistem di Bogani. Setiap hari mereka memantau keberadaan burung-burung yang kerap migrasi atau berdiam di hutan lindung tersebut.

Polisi hutan itu juga bertugas melakukan pengamatan burung dan kondisi lingkungan di tempat itu. Setiap jagawana bertugas menjaga sekitar 3.300 hektare tanah yang ada di hutan lindung itu.

Taman Nasional Bogani juga menjadi salah satu habitat burung maleo. Saat sedang tidak betelur atau mencari makan, burung maleo berlindung di atas pohon, tempat favorit bagi maleo untuk berteduh. Burung maleo hidup endemik di Pulau Sulawesi atau tidak ada di tempat lain.

Walau tergolong unggas, maleo menghabiskan waktunya di daratan. Populasi burung itu di Sulawesi diperkirakan sekitar 4000-7000 ekor saja. Maleo di Sulawesi telah mengalami penurunan populasi sekitar 90 persen sejak tahun 1950.

Maleo tergolong burung yang hidup tidak berkelompok. Hidup maleo unik, ke mana-mana burung itu selalu berdua dengan pasangan sehidup-sematinya. Maleo hidup secara monogami.

Keberadaan maleo penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Jagawana dan polisi hutan pun mencatat setiap adanya pertemuan dengan maleo. Setiap catatan ini menggambarkan grafik persebarannya.

Satwa langka itu terancam punah akibat perburuan manusia untuk mendapatkan telur dan dagingnya. Karena polisi hutan berupaya menjaga kelestarian hidup maleo.

Lokasi taman nasional itu dekat dengan gunung vulkanik. Adanya sumber panas tersebut membuat maleo mendiami daerah itu.

Tidak semua tempat di Sulawesi di datangi maleo. Maleo suka melakukan peneluran di areal hutan. Lubang-lubang peneluran banyak terdapat di daerah yang sama, dengan suhu panas yang sesuai untuk pengeraman telur. Maleo senang berada di sekitar hutan pantai gunung berapi dan daerah pasir terbuka.

Burung maleo, salah satu dari 22 jenis burung dari Suku Mega Podiidae. Asal-usul maleo atau senkawor dalam bahasa Sulawesi belum jelas. Sebuah penelitian menyebutkan maleo berasal dari Australia. Namun, ternyata burung ini hanya di temukan di beberapa wilayah di Sulawesi.

Gerak-gerik dan bentuk tubuh maleo mirip dengan burung kasuari. Maleo merupakan burung dengan ukuran sedang. Panjangnya sekitar 55 sentimeter. Sang betina berukuran lebih kecil.

Ciri utama dari maleo adalah mahkota jambul di bagian kepala. Mahkota yang berukuran sedikit lebih kecil dari bola pingpong menjadi penanda khusus keunikan burung ini.

Peneliti menduga, fungsi mahkota itu semacam alat pendeteksi panas di areal habitat dan peneluran. Sebagai burung penggali tanah, maleo memiliki kaki dengan selaput yang berfungsi sebagai pengeruk.

Di alam terbuka, maleo memakan biji-bijian seperti melinjo, semut, dan serangga kecil. Daya jelajah maleo di perkirakan sekitar puluhan kilometer. Sebagian besar hidupnya di darat.

Sayap burung maleo sangat berperan saat hewan tersebut berpindah-pindah, beristirahat, dan berlindung dari incaran predator. Maleo adalah burung yang pasif dalam mencari makan. Kebanyakan maleo memakan buah dan biji-bijian yang jatuh di tanah. Bagian kepala yang sedikit lebih kecil berfungsi memudahkan maleo untuk bersembunyi di tanah.

Curah hujan yang sedang, sekitar dua ribu milimeter per tahun, membuat areal Taman Bogani memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Jagawana selain melakukan pengamatan juga mengecek telur-telur yang telah ditetaskan maleo. Telur maleo yang telah diketahui langsung
diambil dan dimasukkan ke dalam tempat penetasan.

Telur maleo lima sampai delapan kali lipat telur ayam. Jagawana mengukur panjang dan diameter telur maleo demi kepentingan penelitian. Telor maleo lebih besar dari ayam karena memiliki nutrisi yang lebih dibanding unggas biasa. Berat telur bisa mencapai 280 gram. Namun hanya sekitar 60 persen telur maleo menetas dan hidup.

Anak maleo yang akan dilepaskan di ukur untuk mengetahui kenormalan tubuhnya. Organ tubuh anak maleo tidak beda dengan yang telah dewasa.

Anak maleo sangat unik. Setelah menetas, anak maleo akan bertahan hidup sendiri. Oleh sebab itu, meski masih kecil, anak maleo sudah bisa terbang. Hal ini berbeda dengan anak burung pada umumnya.

Anak maleo akan menetas setelah 60 hari. Anak maleo juga berusaha sendiri lepas dari cangkangnya. Keberadaan maleo sebagai penanda keutuhan ekosistem sangat berarti bagi kehidupan di masa depan.(IDS/SHA)
 












Â