Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menerbitkan surat perintah penghentian penyelidikan (SP3) kasus dugaan penghasutan berbau SARA dengan tersangka Ade Armando. Dosen Komunikasi FISIP Universitas Indonesia tersebut berharap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tidak dijadikan produk hukum yang menghambat kebebasan berpendapat.
"Kami harapkan jangan terjadi efek tidak mau lagi berbicara dengan terbuka," ucap Ade di Depok, Senin (20/2/2017).
Baca Juga
Ade menyambut gembira keputusan polisi menerbitkan SP3. Ade mengatakan, polisi tidak menemukan pelanggaran pidana dalam tulisan di akun jejaring sosialnya beberapa waktu lalu. Â
Advertisement
"Alhamdulilah dihentikan perkaranya. Saya cuma dijelaskan secara singkat. Intinya, setelah polisi memanggil saksi-saksi, tidak ada pelanggaran pidana dalam kalimat saya ini. Jadi tidak perlu ditingkatkan statusnya ke pengadilan," ujar Ade.
Terkait hal itu, Ade merasa polisi sudah bertindak profesional. Ia pun tidak mempersoalkan status tersangka yang pernah disandangnya saat itu.
"Tidak apa-apa (status tersangka) hal yang normal dalam masyarakat demokratis. Status tersangka tidak menghacurkan nama baik saya. Saya yakin masyarakat tahu bahwa saya memang tidak melanggar hukum," ucap Ade.
Ade menegaskan dirinya belum berencana melaporkan balik Johan Khan ke Polda Metro Jaya meski teman-temannya pada mengusulkan hal tersebut.
"Masih saya pertimbangankan. Belum ada keputusan balik ke pelapor," ucap Ade.
Sebelumnya, Ade Armando sempat ditetapkan sebagai tersangka kasus ITE lantaran unggahannya di akun Facebook dan Twitter. Dia dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 UU No 19 Tahun 2016 tentang penghasutan berbau SARA melalui media sosial.
Laporan yang dilayangkan warga bernama Johan Khan pada 2016 itu mempermasalahkan posting-an Ade Armando yang menyebut bahwa ayat Alquran bisa dikatakan dengan gaya apa saja. Ade dalam posting-annya juga menyebut bahwa Allah bukan orang Arab.