Liputan6.com, Jakarta - Seorang remaja lelaki terseret arus banjir Jakarta saat Kali Mookervaart di Semanan, Kalideres Jakarta Barat, meluap pada Selasa, 21 Februari 2017, siang.
Di rumah duka, jenazahnya terbujur kaku diselimuti kain panjang batik. Ibunya tak berhenti meneteskan air mata di samping tubuh remaja lelaki berusia 15 tahun itu, Ikmal Lovri Erlangga.
Baca Juga
Menurut Fadhli (14), salah seorang teman Ikmal yang sempat memberikan pertolongan pada Ikmal, saat awal kejadian, Ikmal, Fadhli, dan Faisal tengah melihat air Kali Mookervaart yang terus naik. Sekitar pukul 12.00 WIB, mereka melihat banjir di pinggir kali di RT 05/01 Semanan, Kalideres, Jakarta Barat.
Advertisement
"Tiba-tiba si Ikmal jatuh, dia kelelep gitu. Saya tahu dia enggak bisa berenang, saya nyebur buat nolongin dia," kata Fadhli pada Liputan6.com di rumah duka, Kalideres, Selasa (21/2/2017).
Fadhli mencoba menaikkan Ikmal. Ia menggapai remaja putus sekolah itu. "Saya lihat ada tangga perahu. Saya dorongin badannya terus ke atas, tapi saya enggak kuat. Udah saya dorong, saya enggak kuat naikin ke tangga. Naik Mal, naik Mal, dia gapai-gapai gitu," terang Fadhli.
Namun, arus air semakin deras, ketinggian air terus meningkat. Fadhli kelelahan. Ikmal pun lepas dari pegangannya. "Dia udah tenggelem, saya juga tenggelem. Pas saya naik lagi (ke permukaan) Ikmal-nya udah enggak ada," kata Fadhli.
Ia pun berteriak dan meminta bantuan kepada warga sekitar dan orang-orang di pinggir kali. "Sekitar jam 12-an itu, terus dicariin ramai-ramai," kata Fadhli.
Kejadian itu langsung dilaporkan warga kepada polisi. Dipimpin Kapolsek Kalideres, Kompol Effendi, petugas menyisir kali dengan menggunakan perahu karet. Akhirnya, tubuh Ikmal pun ditemukan tak bernyawa.
Duka Keluarga Melepas Kepergian Ikmal
Warsila, ibu Ikmal, tertunduk dengan mata yang basah. Sementara adik Ikmal terus-menerus membelai wajah abangnya.
"Tadi pagi masih nganterin Salsa ke sekolah," ujar Salsabila Apriliyani saat jenazah abangnya dimandikan.
Salsa, bocah kelas 4 SD itu, masih tak percaya, abangnya tak lagi bangun dari tidurnya. Pagi tadi, Salsa diantar Ikmal dengan payung. "Abang mayungin sampai sekolah, jam 6 pagi tadi. Sekolahnya di sana, jauh," kata Salsa.
Mereka berjalan kaki di pagi buta saat hujan belum reda. Pukul 10.00 WIB, Salsa pulang sekolah, lebih cepat karena sekolahnya terendam banjir. Sekitar pukul 12.00 WIB, tiba-tiba banyak tetangga yang menghampirinya dan mengatakan Ikmal, sang abang, tenggelam terseret arus banjir.
"Orang-orang bilang abang tenggelem. Aku nyari mama, katanya abang tenggelem, ketemu mama di (rumah) ketua RT," kata Salsa.
"Abang itu baik, dia selalu belain aku. Kalau aku nangis digangguin orang, dia yang belain aku," kenang Salsa dengan mata kosong, melihat jenazah Ikmal yang dimandikan di gang sempit.
Ikmal merupakan anak yang terpaksa putus sekolah. Dia tidak melanjutkan sekolah dasar karena keterbatasan biaya. Ia harus rela menjadi kenek bis dan mengamen. Uang hasil jerih payahnya itu ia berikan pada adiknya untuk keperluan sekolah di MI Nurul Yakin.Â
Kini, sosok Ikmal sudah tak ada. Banjir Jakarta menyisakan kenangan duka bagi bocah berusia 10 tahun itu.