Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Williem Rampangilei menceritakan tentang ketidakpuasan Presiden Jokowi dalam penanggulangan bencana di Indonesia.
"Berawal dari gempa Pidie Aceh pada Desember 2016, Presiden tidak puas dengan cara kerja di lapangan dalam penangangan bencana dan minta percepatan," ujar Williem di depan 3.200 peserta Rapat Kerja Nasional BNPB-BPBD 2017 di Yogyakarta, Kamis (23/2/2017).
Baca Juga
Dengan ketidakpuasan ini, cara kerja penanggulangan bencana pun diubah. Semula ketika terjadi bencana, penilaian dan verifikasi infrastruktur untuk rekonstruksi dilakukan pasca tahap tanggap bencana. Sebab, pada tanggap bencana biasanya fokus pada penyelamatan manusia.
Advertisement
Tapi, karena Presiden tidak puas, tahap itu pun dilakukan bersamaan dengan verifikasi infrastruktur yang rusak untuk tahap rekonstruksi.
"Jadi ketika satu hari verifikasi menemukan 15 bangunan rusak, langsung keesokan harinya bantuan ditransfer dari pemerintah ke warga bersangkutan, tidak perlu melewati tahap birokrasi yang berlapis-lapis dan memakan waktu berbulan-bulan," ucap dia.
BNPB, kata Williem, juga menurunkan tim untuk menganalisis, sehingga ketika tanggap darurat selesai, rekonstruksi dan rehabilitasi pun juga bisa selesai lebih cepat.
Penanganan bencana dengan cara baru itu dilakukan sampai saat ini, termasuk di kejadian banjir Bima beberapa waktu lalu.
Williem menjelaskan, pada 2016 frekuensi kejadian bencana di Indonesia naik 38 persen dari tahun sebelumnya, yakni sebanyak 2.384 kali.
Karena itu, dia mengatakan, personel BPBD harus berkualitas dan bersertifikasi. Begitu juga penanggulangan bencana yang kompleks dan multidimensi menjadi urusan bersama.
"Kolaborasi berbagai pihak menjadi penentu keberhasilan," kata Williem. Dia juga mengungkapkan, BNPB telah bekerja sama dengan UGM menciptakan early warning system untuk mendeteksi pergerakan tanah, dan dalam waktu dekat akan dipatenkan," ujar Williem.
Â