Sukses

Atasi Banjir, Kawasan Pulogadung‎ Bakal Perbaiki Hutan Kota

Selain berfungsi untuk menjadi daerah resapan, keberadaan hutan kota juga bermanfaat dalam menciptakan keserasian serta keseimbangan.

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai pengelola kawasan Industri Pulogadung Jakarta Timur, PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) sadar akan pentingnya fungsi hutan kota sebagai ruang terbuka hijau pada sebuah kawasan Industri.

Selain berfungsi untuk menjadi daerah resapan, keberadaan hutan kota juga bermanfaat dalam menciptakan keserasian serta keseimbangan dengan fisik kota.

Melihat sedemikian sentralnya fungsi hutan kota dalam suatu kawasan industri, PT JIEP bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menertibkan hunian-hunian liar yang berdiri di atas ruang terbuka hijau dalam Kawasan Industri Pulogadung.

Tindakan ini dilaksanakan untuk mengembalikan fungsi hutan kota sebagai daerah resapan. Juga sebagai langkah konkret PT JIEP dalam menjalankan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 38 tahun 2016 yang berisikan tentang Merehabilitasi, Memulihkan, Mengembalikan Fungsi Hutan Kota Kawasan Industri Pulogadung sebagaimana dimaksud pada SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 870 tahun 2004.

Kepala Bagian Corporate Communication PT JIEP, Ervida Prianti, menjelaskan hunian ilegal yang berdiri di atas tanah JIEP terlebih di ruang terbuka hijau sudah seharusnya ditertibkan. Karena hal inilah yang menjadi salah satu penyebab daerah resapan di kawasan industri tidak berfungsi secara maksimal.

"Langkah ini juga bagian dari normalisasi daerah resapan air agar ke depannya kawasan Industri Pulogadung memiliki Ruang Terbuka Hijau yang indah dan asri," ujar Ervida dalam keterangan tertulis, Jakarta, Jumat 24 Februari 2017.

Ia menambahkan, manajemen PT JIEP telah menyampaikan Surat Peringatan kedua (SP 2) kepada para penghuni liar yang bermukim di seputaran hutan kota tersebut.

PT JIEP memiliki hutan kota seluas 8,9 hektare yang terletak di Rawasumur, Pulogadung, Jakarta Timur. Seluas 3,81 hektare di antaranya dialihfungsikan sebagai pemukiman warga, lokalisasi, hingga tempat usaha, di mana hal tersebut tidak sesuai peruntukan hutan kota dan merupakan kegiatan melanggar hukum.