Liputan6.com, Jakarta - Komisi Yudisial membutuhkan waktu untuk mendalami informasi-informasi soal vonis bebas Bupati nonaktif Rokan Hulu, Suparman. Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Komisi Yudisial Sukma Violetta.
"Karena putusan baru kemarin tim penghubung butuh waktu untuk mendalami informasi-informasi sebelum dikirimkan kepada kami. Biasanya ditunggu sekitar tiga hari," kata Sukma di Jakarta seperti dilansir dari Antara, Minggu (26/2/2017).
Baca Juga
Namun, dia menyatakan akan lebih mudah apabila ada masyarakat yang melapor terkait dengan kasus Suparman tersebut.
Advertisement
"Boleh apa saja kelompok masyarakatnya. Dari situ, baru benar-benar kami periksa jadi pelaporan ini memang dugaan pelanggarannya itu memang mendekati ada fakta yang mengarah pada etika atau melaporkan karena kalah dalam vonis," tutur Sukma.
Namun, dia menegaskan, tugas Komisi Yudisial hanya memeriksa pelanggaran oleh hakim berkaitan dengan masalah etika. Bukan ke materi putusan.
"Kalau kami harus etika, etika itu misalnya diduga hakim itu bertemu dengan para pihak baik langsung maupun tidak langsung, seperti kasus Patrialis kemarin itu sudah bisa langsung diperiksa oleh KY. Jika terbukti, dikenai sanksi," ujar Sukma.
Pada Kamis 23 Februari 2017, majelis hakim Pengadilan Tipikor di PN Pekanbaru yang diketuai Rinaldi Triandiko memvonis bebas Suparman yang merupakan politikus Partai Golkar dan menjabat sebagai Ketua DPRD Riau 2014-2019, namun mundur dari karena mengikuti Pilkada Rokan Hulu.
Padahal, jaksa penuntut umum KPK menuntut 4,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai menerima suap dari mantan Gubernur Riau, Annas Maamun. Saat itu, Suparman masih menjadi anggota dewan periode 2009-2014.
Rinaldi juga pernah menjatuhkan vonis bebas terhadap mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kepulauan Meranti Zubiarsyah dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kepulauan Meranti Suwandi Idris dalam kasus korupsi Pelabuhan Dorak.
Rinaldi menyatakan kedua terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan tindak pidana, melainkan perbuatan perdata pada 8 Februari 2017.
Dia juga pernah membebaskan mantan Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar dalam kasus dugaan korupsi pengadaan dan perluasan lahan perkantoran Bhakti Praja Kabupaten Pelalawan pada 2016.
Namun, Komisi Yudisial menolak untuk memberikan komentar mengenai putusan hakim dalam kasus-kasus tersebut.
"Berbicara soal putusan hakim, adalah berbicara soal independensi hakim. Artinya merupakan ranah kemerdekaan hakim. Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tidak boleh mencampurinya, apalagi mengomentarinya. Menjadi ranah pengadilan yang lebih tinggi untuk mengoreksi putusan tersebut," ungkap Farid.
Atas bebasnya Suparman tersebut, KPK menyatakan akan mengajukan kasasi ke MA.
"Terhadap vonis bebas tersebut, KPK kecewa dan dengan ini dan kami lakukan upaya hukum kasasi ke MA. Segala argumentasi akan kami sampaikan dan kita perkuat karena perkara ini bukan perkara yang berdiri sendiri dan sudah diproses sebelumnya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Meski Suparman dinyatakan bebas, rekan Suparman yaitu Ketua DPRD Riau 2009-2014 Johar Firdaus divonis 5,5 tahun penjara, lebih rendah dari tuntutan 6,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Pada tuntutan, JPU KPK menyatakan Johar dan Suparman, yang saat itu juga anggota Badan Anggaran (Banggar), terlibat aktif dalam perencanaan untuk meminta imbalan kepada Annas Maamun dalam pembahasan APBD.
Namun dari nilai komitmen sebesar Rp 1,2 miliar, yang terealisasi baru Rp 900 juta yang dimasukan ke dalam 40 amplop berisi Rp 50 juta, dua amplop berisi Rp 40 juta, enam amplop berisi Rp 25 juta dan 31 amplop isinya Rp 20 juta. Johar pun telah menerima sebesar Rp 155 juta dari janji Rp 200 juta.