Sukses

UNICEF Soroti Pernikahan Dini di Indonesia

Kondisi ini memungkinkan sang ibu yang masih di bawah umur kehilangan masa hidupnya sebagai anak.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi bertemu dengan perwakilan dari United Nation Children's Fond (UNICEF) di Istana Merdeka, Jakarta. Beberapa isu perlindungan anak menjadi perhatian UNICEF. Salah satunya, terkait pernikahan dini yang masih terjadi di Indonesia.

Utusan Khusus Sekjen PBB untuk UNICEF Marta Santos Pais mengatakan, 25 persen anak Indonesia menikah dini atau di bawah usia 18 tahun. Pernikahan dini ini juga akan berpengaruh pada angka kelahiran di bawah 18 tahun.

Kondisi ini memungkinkan sang ibu yang masih di bawah umur kehilangan masa hidupnya sebagai anak. Sebab, di usia muda dia sudah harus bertindak sebagai orangtua bagi anak-anak mereka.

"Mereka tidak memiliki kesempatan kedua untuk kembali sekolah dan mengenyam pendidikan. Kondisi ini sangat berbahaya bagi Indonesia. Mereka bukan tidak mungkin semakin dekat dengan tindak kekerasan terhadap anak," kata Marta di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (27/2/2017).

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, Indonesia juga punya cara untuk mencegah angka pernikahan dini terus meningkat. Dari sisi pendidikan, pemerintah mencanangkan program belajar 12 tahun. Artinya, sampai usai 18 tahun, mereka terus bersekolah.

"Dengan itu maka otomatis kalau itu bisa diselenggarakan secara baik, strategi itu secara tidak langsung bisa mengantisipasi kawin dini. Karena paling tidak orang yang tamat SLTA, SMK itu kan umurnya 18 tahun, jadinya nunggu lamaran jadi 1-2 tahun, jadi umur 20 tahun sudah bisa nikah," kata Muhadjir.

Pemerintah menjamin program belajar itu berjalan dengan baik dengan adanya Kartu Indonesia Pintar (KIP). Dengan begitu, warga mikin sekalipun bisa terus bersekolah hingga tingkat SMA/SMK.

"Kalau itu dilaksanakan dengan baik itu akan sangat bagus dan salah satu jaminan bahwa anak-anak itu akan menyelesaikan pendidikan sampai 12 tahun," Muhadjir memungkas.