Sukses

Mengenang Peristiwa Woyla dan Cicendo pada Bom Bandung

Peristiwa Woyla pada 1981 merupakan pembajakan pesawat dan aksi terorisme pertama di Indonesia, yang bermula dari Peristiwa Cicendo.

Liputan6.com, Jakarta - Ledakan bom Bandung, pesisnya di Taman Arjuna, Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, mengingatkan pada Peristiwa Woyla pada 1981.

Bahkan, seperti yang dihimpun Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (27/2/2017), rangkaian peristiwa Woyla dengan teror bom Bandung memiliki kesamaan, yakni meminta pembebasan tahanan.

Tiga pekan sebelum peristiwa Woyla terjadi, tepatnya pada 11 Maret 1981, pukul 00.30 WIB, sebanyak 14 anggota Jamaah Imran menyerbu kantor Kosekta 65 Bandung. Mereka membunuh empat anggota polisi yang tengah bertugas.

Keempat polisi itu Sertu Suhendrik, Bhatatu Zul Iskandar, Bharada Andi, dan komandan jaga Serka Suryana.

Kedatangan Jamaah Imran yang menggunakan truk itu disebut-sebut bertujuan membebaskan anggota mereka yang ditahan di kantor tersebut. Namun, keterangan lain menyebut tujuan kedatangan Jamaah Imran murni untuk mendapatkan senjata api.

Keterangan lain menyebutkan, mereka merasa perlu memiliki senjata api sebagai bentuk resistensi karena memanasnya konflik antara Jamaah Imran dengan pemerintah Orde Baru kala itu. Imran dan kelompoknya merasa ditindas, terutama dalam hal yang berhubungan dengan hukum Islam dan Pancasila.

Selain menewaskan empat polisi, para penyerbu juga dilaporkan merampas dua senjata api kaliber 38 milik polisi, yang lantas digunakan dalam pembajakan pesawat. Usai peristiwa itu, sejumlah anggota Komando Jihad ditahan dan terancam hukuman mati.

Ledakan bom Bandung di kantor Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, terjadi sekitar pukul 08.30 WIB. Pria yang akhirnya diketahui bernama Yayat Cahdiyat itu sempat kabur saat dikejar pelajar dan bersembunyi di Kelurahan Arjuna.

Namun, setelah dua jam disergap polisi, akhirnya pelaku bom Bandung tertangkap dan tewas saat perjalanan ke Rumah Sakit Bhayangkara Bandung. Dari identitas di KTP, Yayat lahir di Kampung Cukanggenteng, Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Purwakarta pada 1975.

Pembajakan

Peristiwa Woyla merupakan pembajakan pesawat dan aksi terorisme pertama kali terjadi pada Sabtu 28 Maret 1981. Kala itu, pesawat Garuda Indonesia DC-9 Woyla bernomor penerbangan 206, dibajak sekelompok orang yang menamakan diri Komando Jihad di bawah pimpinan Imran bin Muhammad Zein.

Semula, pesawat DC-9 Woyla dijadwalkan terbang dari Jakarta pukul 08.00 WIB, dan transit di Bandara Talangbetutu Palembang untuk melanjutkan perjalanan ke Bandara Polonia Medan yang diperkirakan mendarat sekitar pukul 10.55 WIB.

Pesawat itu semula mengangkut 33 penumpang dari Jakarta dan 15 penumpang tambahan dari Palembang saat transit. Sehingga, total ada 48 orang di dalamnya, termasuk 5 awak pesawat.

Namun, setelah lepas landas dari Palembang, pesawat berkode ekor PK-GNJ itu dibajak lima orang yang menyamar sebagai penumpang. Mereka dipimpin Imran bin Muhammad Zein.

Mereka mengidentifikasi diri sebagai anggota kelompok Islam ekstremis Komando Jihad, yang ada di Indonesia sejak 1968. Kelompok ini dibubarkan anggota intelijen melalui aksi pembersihan pada pertengahan 1980.

Dalam aksinya, mereka memaksa pilot Kapten Herman Rante menerbangkan ke Kolombo, Sri Lanka. Namun permintaan tersebut tidak dipenuhi, sebab bahan bakar pesawat terbatas.

Pesawat akhirnya terbang ke Bandara Penang, Malaysia. Setelah mengisi bahan bakar di Penang, akhirnya pesawat tersebut terbang dan mengalami puncak drama pembajakan di Bandara Don Mueang, Thailand pada 31 Maret 1981.

Pimpinan teorisme kelompok Komando Jihad Imran bin Muhammad Zein, menuntut agar rekannya yang ditahan pasca-Peristiwa Cicendo di Bandung, Jawa Barat, supaya dibebaskan.

Mereka juga meminta agar anggota Komando Jihad di Indonesia yang berjumlah 80 orang sebagai tahanan politik segera dibebaskan, dan meminta uang sejumlah US$ 1,5 juta.

Tak hanya itu, mereka meminta orang Israel agar dikeluarkan dari Indonesia, Adam Malik dicopot dari jabatan Wakil Presiden.

Mereka juga meminta pesawat terbang ke tujuan yang dirahasiakan dan mengancam telah memasang bom di pesawat Woyla, serta tidak segan untuk meledakkan bom di pesawat tersebut.

Negosiasi Alot

Setelah bernegosiasi yang cukup alot dengan pemerintahan Thailand, pada Selasa 31 Maret 1981, tepat pukul 02.45, penyelamatan sandera dimulai di Bandara Don Mueang oleh pasukan antiteror Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha)--satuan Kopassus saat itu di bawah pimpinan Letnan Kolonel Infanteri Sintong Panjaitan.

Drama pembajakan pesawat yang berlangsung empat hari itu akhirnya berakhir pada 31 Maret, setelah serbuan kilat Grup-1 Para-Komando melumpuhkan lima teroris itu. Dengan cepat semua sandera dibebaskan.

Kala itu, tiga pembajak tewas seketika di tangan pasukan penyerbu. Dua pembajak lain menderita luka parah. Tetapi yang paling melegakan seluruh penumpang tidak ada satu pun mengalami cedera berarti.

Selasa 31 Maret 1981, pukul 05.00, pesawat DC-10 Sumatera meninggalkan Don Muang, membawa pulang pasukan khusus anti teror. Dua pembajak yang luka parah tidak sempat diselamatkan nyawanya oleh tim kesehatan Kopasandha.

Alhasil, kelima jenazah pembajak pesawat Woyla, Machrizal, Zulfikar, Wendy M Zein, Abu Sofyan dan Imronsayah, langsung diterbangkan ke Jakarta pagi itu pula.

Â