Sukses

Raja Salman dan Uniknya Sistem Politik Arab Saudi

Raja menjadi sumber otoritas bagi setiap lembaga politik yang ada di Arab Saudi, bahkan untuk lembaga yudikatif sekali pun.

Liputan6.com, Jakarta - Arab Saudi adalah negara kerajaan yang berada di Jazirah Arab. Beriklim gurun dan wilayahnya sebagian besar terdiri atas gurun pasir dengan gurun pasir yang terbesar adalah Rub Al Khali. Kendati demikian, posisi Arab Sangat strategis lantaran berbatasan langsung dengan banyak negara serta lokasi penting, yaitu Yordania, Irak, Kuwait, Teluk Persia, Uni Emirat Arab, Oman, Yaman, dan Laut Merah.

Meski sejarah jazirah Arab sudah berusia belasan abad, Kerajaan Arab Saudi sendiri baru berdiri pada 23 September 1932. Adalah Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Sa’ud (Ibnu Saud) yang memproklamasikan negara kerajaan ini dengan menyatukan wilayah Riyadh, Najd (Nejed), Ha-a, Asir, dan Hijaz.

Abdul Aziz atau Ibnu Saud kemudian menjadi raja pertama pada kerajaan tersebut. Dari nama kerajaan ini, bisa dipahami kalau Saudi berasal dari nama keluarga Raja Abdul Aziz Al-Sa’ud.

Raja Abdul Aziz ini juga menegaskan kembali komitmen pendahulunya dari raja-raja Dinasti Saud untuk selalu berpegang teguh pada prinsip-prinsip Syariah Islam. Karena itu, sistem pemerintahan yang digunakan negara ini adalah negara Islam di mana Konstitusi Arab Saudi adalah Alquran dan Sunnah, sedangkan hukum dasar negara adalah Syariah Islam.

Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz (Saudi Press Agency via AP)

Dengan konstitusi itu, Raja menjadi sumber otoritas bagi setiap lembaga politik yang ada di Arab Saudi, bahkan untuk lembaga yudikatif sekalipun. Tidak heran kalau Raja punya kewenangan menafsirkan hukum setelah menjalani sejumlah konsultasi.

Tidak ada pemilihan umum untuk memilih Raja dan tak ada partai politik. Kalaupun ada hanya untuk memilih pemimpin lembaga legislatif dan yudikatif yang juga ditentukan oleh Raja. Sebagai negara dengan sistem pemerintahan yang monarki absolut, Raja Arab Saudi memang punya kekuasaan yang sangat besar.

Bahkan, posisinya jauh melebihi seorang raja di negara lain yang masih ada saat ini. Lihat saja, sebagai penguasa mutlak, Raja Arab Saudi juga memiliki peran sebagai Kepala Negara, Perdana Menteri, Panglima Angkatan Perang, penjaga dua tempat suci (Mekah dan Madinah), mengangkat dan memberhentikan Dewan Menteri, serta menafsirkan hukum Arab Saudi.

Posisi Putra Mahkota

Otoritas politik tertinggi di bawah Raja adalah putra mahkota yang ditentukan oleh raja dan harus diambil dari keturunan Abdul Aziz. Putra mahkota dapat memerintah atas nama raja, bahkan sebelum mahkota diestafetkan.

Sementara Dewan Menteri bertindak selaku legislatif dan eksekutif dengan kewenangan yang didasarkan atas restu Raja. Hukum atau undang-undang yang ditetapkan Dewan Menteri hanya bisa diveto oleh Raja. Para anggota Dewan Menteri pun merupakan keturunan Abdul Aziz.

Presiden Jokowi saat tiba di Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah saat kunjungan kenegaraan pada 11-12 September 2015. Jokowi disambut secara khusus oleh Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz.( Foto Editiawarman Setpres for Liputan6.com)

Di atas sistem pemerintahan seperti itulah putra dan penerus Abdul Aziz mengikuti jejak langkahnya dalam memimpin Arab Saudi. Mereka adalah Raja Saud, Raja Faisal, Raja Khalid, Raja Fahd, Raja Abdullah dan yang kini berkuasa, Raja Salman.

Raja Salman sebelumnya menjabat sebagai wakil gubernur dan kemudian Gubernur Riyadh selama 48 tahun dari 1963 sampai 2011. Dia kemudian diangkat sebagai Menteri Pertahanan pada 2011. Ia juga terpilih sebagai Putra Mahkota pada 2012 setelah kematian saudaranya Nayef bin Abdulaziz Al Saud. Dia kemudian diangkat sebagai Raja Arab Saudi pada 23 Januari 2015 setelah kematian saudara tirinya Raja Abdullah.

Kini, sang Raja akan menjadi tamu kenegaraan Indonesia, mulai Rabu besok hingga sembilan hari ke depan. Raja yang dihormati itu akan mengulang dan memperbarui persahabatan yang terjalin sejak lama dan terakhir dikukuhkan oleh kedatangan Raja Faisal ke Indonesia pada 47 tahun lalu. Selamat datang, Raja Salman!