Sukses

6 Tokoh Keturunan Arab Turut Berjasa Bangun Indonesia

Tidak hanya sekadar tinggal dan menetap, sejumlah tokoh keturunan Arab itu aktif dan berperan langsung dalam pembangunan bangsa Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Sejarah perkembangan bangsa Indonesia tak bisa dilepaskan dari peran banyak pihak, salah satu di antara adalah keterlibatan sejumlah tokoh keturunan Arab.

Tidak hanya sekedar tinggal dan menetap, sejumlah tokoh keturunan Arab itu aktif dan berperan langsung dalam pembangunan bangsa Indonesia. Mereka bergerak di sejumlah bidang, mulai seni, budaya hingga politik.

Berikut enam tokoh keturunan Arab yang dirangkum Liputan6.com.

1. Raden Saleh

Lahir di 1807, pemilik nama lengkap Raden Saleh Sjarif Bustaman adalah pelukis Indonesia keturunan Arab-Jawa yang mempionerkan seni modern Indonesia (saat itu Hindia Belanda).

Raden Saleh dilahirkan di keluarga Jawa ningrat. Dia cucu dari Sayyid Abdoellah Boestaman dari sisi ibunya. Ayahnya adalah Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal bin Jahja, seorang keturunan Arab.

Ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen, tinggal di daerah Terboyo, dekat Semarang. Sejak 10 tahun, ia diserahkan pamannya, Bupati Semarang, kepada orang-orang Belanda atasannya di Batavia.

Kegemaran menggambar mulai menonjol sewaktu bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School).

Keramahannya bergaul memudahkannya masuk ke lingkungan orang Belanda dan lembaga-lembaga elite Hindia Belanda.

Dikutip dari Jakarta.go.id, Raden Saleh mendapat beasiswa untuk belajar di negeri Belanda tahun 1829. Di sana ia berkenalan dengan kalangan ningrat dari banyak istana di Eropa, khususnya dengan Grojbherzog von Sachsen-Corburg-Gotha.

Raden Saleh menerima gelar ksatria Belanda, Austria dan Prusia.

Dialah pelukis Indonesia yang paling berbakat dan berhasil pada abad ke 19. Raden Saleh adalah pelukis Jawa pertama yang secara sistematis menggunakan cat minyak dan mengambil teknik-teknik Barat: realisme pada potret, pencarian gerak, perspektif dan komposisi berbentuk piramid dan sebagainya. Kini ia dikenal sebagai "bapak" ilmu seni lukis Indonesia.

Pada Jumat pagi 23 April 1880, dia jatuh sakit. Hasil pemeriksaan diketahui bahwa aliran darahnya terhambat karena pengendapan yang terjadi dekat jatungnya.

Pelukis ini meninggal di Bogor tahun 1880 dan dimakamkan di Jalan Bondongan (kini Jalan Pahlawan). Bersebelahan dengan makam istrinya RA Danurejo, putri dari Kesultanan Mataram.

2. Habib Abubakar bin Ali Shahab

Habib Abubakar bin Ali Shahab (Jakarta.go.id)

Habib Abubakar bin Ali Shahab adalah tokoh keturunan Arab-Indonesia yang aktif dalam pergerakan dan pendidikan Islam pada masa prakemerdekaan Indonesia. Dia juga tercatat sebagai pendiri Jamiat Kheir dan Malja Al Shahab.

Lahir di Jakarta 24 Oktober 1870 dari ayah Ali bin Abubakar bin Umar Shahab, kelahiran Damun, Tarim, Hadramaut dan ibu Muznah binti Syech Said Naum.

Dalam situasi dan tekanan kolonial yang keras, Habib Abubakar tampil untukmendirikan sebuah perguruan Islam, yang bukan hanya mengajarkan agama, tetapijuga pendidikan umum.

Pada tahun 1901, bersamaan dengan maraknya kebangkitan Islam di Tanah Air, berdirilah perguruan Islam Jamiat Kheir. Pada saat pertama kali berdiri, perguruan ini membuka sekolah di kawasan Pekojan yang saat itu penghuninya banyak keturunan Arab.

Selain Habib Abubakar, turut serta mendirikan perguruan ini sejumlah pemuda Alawiyyin yang mempunyai kesamaan pendapat dan tekad untuk memajukan Islam di Indonesia, sekaligus melawan propaganda-propaganda Belanda yanganti Islam.

Di Tanah Abang, Habib Abubakar bersama-sama sejumlah Alawiyyin juga mendirikan sekolah untuk putra (aulad) di Jalan Karet dan putri (banat) di Jalan Kebon Melati (kini Jalan Kebon Kacang Raya), serta cabang Jamiat Kheir di Tanah Tinggi, Senen.

Habib Abubakar bin Ali Shahab meningga pada 18 Maret 1944.

 

2 dari 3 halaman

3. Abdurrahman Baswedan

Abdurrahman Baswedan atau AR Baswedan adalah pejuang kemerdekaan sekaligus diplomat dan sastrawan Indonesia.

Lahir di di Surabaya, 9 September 1908, AR Baswedan pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha dan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Wakil Menteri Muda Penerangan RI pada Kabinet Sjahrir, Anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), Anggota Parlemen dan Anggota Dewan Konstituante.

AR Baswedan adalah salah satu diplomat pertama Indonesia dan berhasil mendapatkan pengakuan de jure dan de facto pertama bagi eksistensi Republik Indonesia, yaitu dari Mesir.

AR Baswedan merupakan keturunan Arab yang fasih berbahasa Jawa. Dalam perjuangannya, dia sering menyerukan pada orang-orang keturunan Arab agar bersatu membantu perjuangan Indonesia.

Ia mengajak keturunan Arab, seperti dirinya sendiri, menganut asas kewarganegaraan ius soli, di mana saya lahir, di situlah tanah airku.

AR Baswedan meningga di Jakarta, 16 Maret 1986 pada umur 77 tahun.

AR Baswedan (Wikipedia)

4. Faradj bin Said

Tak banyak yang tau siapa Faradj bin Said bin Awad Martak. Dia adalah pedagang Indonesia keturunan Arab yang merelakan rumahnya Jalan Pegangsaan Timur nomor 56 digunakan untuk upacara proklamasi.

Bahkan, selama Bung Karno di sana, beliau memberikan pelayanan, termasuk membantu menyembuhkan penyakit dari Bung Karno.

Dikutip dari arabindonesia.com, Faradj bin Said lahir di Hadramaut, Yaman Selatan dan menetap di Indonesia dengan menjalankan sebuah perusahaan. Sebagai pebisnis sukses di masanya, Faradj bin Said ternyata juga aktif berjuang untuk Indonesia.

Atas jasanya itu, pemerintah RI kemudian memberinya ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Faradj bin Said Awad Martak. Ucapan tersebut disampaikan secara tertulis atas nama Pemerintah Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1950, yang ditandatangani oleh Ir HM Sitompul selaku Menteri Pekerdjaan Umum dan Perhubungan Republik Indonesia.

3 dari 3 halaman

5. Ali Alatas

Ali Alatas adalah diplomat Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia tahun 1988-1999 era Presiden Soeharto dan BJ Habibie.

Hingga wafatnya, pria kelahiran Jakarta 4 November 1932 ini menjabat sebagai Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Myanmar, Utusan Khusus Presiden RI untuk masalah Timur Tengah, dan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden.

Ali Alatas merupakan keturunan blasteran dari Arab Hadhrami (Yaman) danSunda. Alex, begitu dia akrab dipanggil, menikah dengan Junisa dan pasangan inidikaruniai tiga orang anak.

Sebagai diplomat, ia akrab kepada semua kalangan, baik pejabat maupun petugas keamanan. Ia dilaporkan biasa mengobrol dengan petugas keamanan di PBB sewaktu merokok di luar gedung.

Ia wafat di Rumah Sakit Mount Elizabeth di Singapura pada 11 Desember 2008 setelah mendapat serangan jantung. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dengan upacara militer dipimpin langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Ali Alatas (Youtube)

6. Mar'ie Muhammad

Akrab dengan sebutan Mr Clean, Mari'e Muhammad adalah Menteri Keuangan 1993-1998 Kabinet Pembangungan VI.

Mari'e lahir di Surabaya, 3 April 1939, menghabiskan hidupnya dengan mengisi sejumlah posisi penting di sektor keuangan.

Pada 1969 - 1972, Mari'e mengabdi di Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara Departemen Keuangan . Pada Tahun 1972-1988 di Direktorat Jenderal Pembinaan BUMN Departemen Keuangan RI dengan  jabatan terakhir sebagai Direktur.

Tahun 1988-1993 mengabdi di  Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan sebagai Direktur Jenderal (Dirjen). Pada tahun 1993-1998 sebagai Menteri Keuangan Kabinet  Pembangungan VI. Tahun 2001-2004 sebagai Ketua Oversight Committee (OC)  BPPN. Tahun 1999 - 2009 sebagai Ketua Palang Merah Indonesia (PMI).

Marie wafat di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta, Minggu, 11 Desember 2016. Dia meninggal di usia 77 tahun.