Sukses

Pemerintah Mulai Perbaiki Perpres Pencegahan Korupsi Era SBY

Penyempurnaan perpres ini dibahas antara Kantor Staf Kepresidenan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Bappenas.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah mulai membahas penyempurnaan Perpres Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang 2012-2025. Pemerintah menilai, cakupan pencegahan dalam perpres era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terlalu luas, sehingga hasilnya tidak memuaskan.

Penyempurnaan perpes ini dibahas antara Kantor Staf Kepresidenan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Bappenas. Dalam rapat ini dibicarakan fokus pencegahan yang akan dilaksanakan bersama.

"Tadi kita bertemu membicarakan rencana kerja sama antara pemerintah dan KPK. Kerja sama itu adalah di bidang pencegahan korupsi yang selama ini sudah ada Perpresnya, tapi kami akan menyempurnakan Perpres itu, sesuai prioritas-prioritas pemerintah," kata Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat 3 Maret 2017.

Melalui penyempurnaan perpres ini, kata Teten, akan ada satu agenda tunggal bersama tentang pemberantasan korupsi di semua instansi pemerintah. Setelah ditemukan, perpres baru ini akan diusulkan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Tadi ada tiga hal yang dikerucutkan karena beberapa waktu lalu Pak Presiden minta lebih disederhanakan, supaya lebih terukur dan bisa dijalankan. Pertama di dalam bidang pengadaan, yang kedua perizinan dan tata niaga, ketiga penerimaan negara. Ketiga hal itu prioritas pencegahannya," dia memaparkan.

Sementara, Ketua KPK Agus Raharjo mengatakan, ketiga bidang tersebut dipilih karena paling berdampak cukup signifikan bila masalah benar-benar diatasi. Sebut saja soal perizinan.

Menurut Agus, masalah perizinan menjadi bagian dari indeks persepsi korupsi. Untuk itu, akan dibangun satu sistem integrasi data informasi yang bisa diakses masyarakat.

"Sehingga, Presiden juga nanti mudah mengontrolnya, perizinan mulai dari kabupaten, kementerian juga mana yang bisa dikontrol rakyat. Lalu secara periodik, apakah 2-3 bulan Presiden bisa mengontrol perizinan yang terbuka tadi," kata dia.

Kemudian di bidang pengadaan barang dan jasa, kata Agus, perbaikan utama yang harus dilakukan adalah memasukan semua pengadaan barang dan jasa ke sistem electronic precurement (pengadaan elektronik). Dengan sistem ini, pengadaan barang bisa diikuti seluruh daerah.

"Perbedaan dengan Perpres yang lalu, kalau sebelumnya terlalu luas, terlalu banyak, sehingga dengan terlalu banyak tadi melihat kinerjanya. Apalagi kalau kita lihat utamanya adalah IPK, IPK naikknya terlalu lambat. Jadi mudah-mudahan kita ambil beberapa, dan kalau bicara re-venue menyentuh bea cukai tapi juga ada ekspor impor," Agus menandaskan.