Sukses

Misteri Nama Besar di Balik Kasus Suap e-KTP

Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkap akan ada nama-nama besar yang muncul di sidang dakwaan yang rencananya digelar pada Kamis, 9 Maret 2017

Liputan6.com, Jakarta - Dugaan suap e-KTP atau Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik siap naik ke persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Rencananya, sidang e-KTP ini dikawal oleh Hakim John Halasan Butar Butar, Franki Tambuwun, Emilia, Anshori, dan Anwar.

Lebih dari puluhan ribu lembar berkas tersangka Sugiharto dan Irman diberikan penyidik KPK kepada Pengadilan Tipikor. Pada berkas tersebut, terdapat 294 saksi dan lima ahli untuk Sugiharto, sedangkan untuk Irman, terdapat 73 orang saksi dan lima ahli.

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo, memberi kabar mengejutkan pascapenyerahan berkas tersebut. Dia mengungkap akan ada nama-nama besar yang muncul dalam sidang dakwaan yang rencananya digelar pada Kamis, 9 Maret 2017.

"Nanti Anda tunggu, kalau Anda mendengarkan dakwaan yang dibacakan, Anda akan sangat terkejut," kata Agus usai rapat di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Jumat 3 Maret 2017.

Sepanjang penyidikan kasus ini, KPK sudah menyita total Rp 247 miliar dari perorangan maupun korporasi. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan sebanyak 14 nama besar sudah mengembalikan aliran dana sebanyak Rp 30 miliar.

Dari 14 nama besar tersebut, semuanya sudah pernah diperiksa oleh KPK sebagai saksi, baik untuk Sugiharto maupun Irman. "Kami senang, mereka kooperatif dalam mengembalikan uang Rp 30 miliar," kata Febri.

Berdasarkan data Liputan6.com, nama-nama besar yang pernah diperiksa oleh penyidik KPK dalam suap e-KTP di antaranya adalah, Ketua DPR Setya Novanto. Dia sempat diperiksa pada 13 Desember 2016, 4, dan 10 Januari 2017.

Namun, Setya Novanto membantah terlibat dalam kasus itu. Selama pemeriksaan, penyidik hanya mengklarifikasi pertemuan di DPR.

"Itu hanya klarifikasi yang berkaitan saya sebagai ketua fraksi (Golkar). Itu (pertemuan) ada Pimpinan Komisi II, tentu menyampaikan. Tetapi yang disampaikan normatif aja," tutur Setya Novanto usai pemeriksaan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa 10 Januari 2017.

Nama lain yakni, mantan Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo, yang juga Gubernur Jawa Tengah. Ganjar sempat diperiksa pada 7 Desember 2016. Dia pun membantah turut menerima aliran duit dari pembahasan proyek e-KTP. Hal itu juga menjadi bagian yang ditanyakan oleh penyidik KPK dalam pemeriksaan tersebut.

"Saya jawab tidak, kebetulan tadi ada salah satu yang langsung dikonfrontasi ke saya, ya saya jawab apa adanya, ya saya senang," ucap Ganjar.

Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey, diperiksa pada 26 Januari 2017.  Olly dituduh oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazarudin menerima uang 1 juta USD terkait proyek senilai Rp 5,9 triliun.

"Kalau ada bukti, lu kasih lihat, gua tuntut lu," ujar Olly dengan nada tinggi usai diperiksa penyidik di Gedung KPK, HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis itu.

Seusai pemeriksaan sebelumnya, Olly juga membantah. "Saya tidak pernah menerima suap," ujar Olly di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 11 Juli 2014.

Anas Urbaningrum juga sempat diperiksa penyidik KPK pada 11 Januari 2017.

Ada nama besar lain yang sempat disebut Nazaruddin, yakni Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Jafar Hafsah, yang diperiksa KPK pada 5 dan 21 Desember 2016.

Jafar Hafsah, membantah turut ‎menerima aliran dana proyek pengadaan E-KTP pada 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri. Dia berdalih masih duduk di Komisi IV saat anggaran proyek itu dibahas bersama Komisi II DPR.

"E-KTP itu saya ada di Komisi IV. Sedangkan E-KTP itu ada di Komisi II. Jadi saya tidak, tidak paham persis daripada E-KTP dan perjalanannya,‎" ujar Jafar usai pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin 5 Desember 2016.

Selain Jafar Hafsah, Nazaruddin menyebutkan pihak lain yang menerima aliran dana tersebut, yakni dari kementerian; mantan Menteri Keuangan era SBY, Agus Martowardojo yang pernah diperiksa KPK pada 1 November 2016.

Pada pemeriksaan tersebut, Agus menegaskan juga membantah tudingan itu. Dia mengaku justru dirinyalah yang menolak kontrak skema tahun jamak atau multiyears, bukan Sri Mulyani.

"Saya juga dengar ada kalimat bahwa saya jadi Menkeu menggantikan Sri Mulyani 20 Mei 2010, sebelum ini ada penolakan multiyears contract oleh Sri Mulyani. Saya katakan di dalam file tidak ada penolakan dari Sri Mulyani, yang ada ketika multiyears contract mau diajukan ke Menkeu, diajukan 21 Oktober 2010, dan di 13 Desember 2010 ditolak oleh saya," tutur Agus.

Nazaruddin juga sempat menyebut nama mantan Mendagri, Gamawan Fauzi. Gamawan pernah diperiksa KPK pada 19 Januari 2017.

Gamawan pun membantah terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP seperti yang dituduhkan Nazaruddin.

Febri mengatakan ada tiga cluster besar yang bermain dalam perkara dengan nilai proyek Rp 6 triliun ini. "Ketiganya itu mulai dari sektor politik, birokrasi dan swasta," kata Febri.

Perkara yang diduga merugikan negara hingga Rp 2,3 miliar ini memang sempat mandek. "Agak pelik memang ini kasus. Di samping sudah lama, orang-orangnya sudah pensiun," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, di Jakarta, R‎abu 16 November 2016.

Dua tersangka suap e-KTP Sugiharto dan Irman yang akan didakwa ini dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.