Liputan6.com, Jakarta - Sumbangsih Baharuddin Jusuf (BJ) Habibie terhadap Indonesia sudah terlihat. Contoh nyata adalah pemikiran BJ Habibie terhadap industri penerbangan Indonesia.
Tidak hanya sampai di situ, setelah tidak lagi menjabat sebagai Presiden, BJ Habibie terus memberikan pemikiran-pemikirannya terhadap Indonesia. Sebuah perkumpulan yang bernama Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE) memformulasikan pemikiran-pemikiran Habibie.
Baca Juga
IABIE adalah organisasi profesi anak intelektual Bapak BJ Habibie yang mendapatkan beasiswa untuk belajar di luar negeri. Selain itu, anggota dari organisasi ini juga mendapatkan kesempatan berkiprah dalam pembangunan Indonesia.
Advertisement
Terkait itulah, pada Sabtu (4/1/2017), pengurus IABIE menggelar pertemuan dengan Presiden ketiga BJ Habibie. Tujuannya adalah menyosialisasikan pesan kenegarawanan, pemikiran strategis, dan poin-poin kebangsaan BJ Habibie.
Berikut rangkuman 9 pesan kenegarawan dan pemikiran strategis BJ Habibie, dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com:
1. Demokratisasi
Sikap kenegarawanan BJ Habibie dalam proses demokratisasi di Tanah Air tercermin dalam Pilkada serentak dan sebelumnya juga pada Pilpres 2014. Begitu juga terhadap partai politik yang tengah mencari arah dan menjaga eksistensinya.
BJ Habibie selalu memberikan nasihat kebangsaan dan pemikiran strategis. Seperti nasihat untuk semua pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Semua diberi perhatian yang sama mengenai bagaimana membangun bangsa dengan menyinergikan tiga unsur utama, yaitu budaya, agama, dan pengetahuan.
Hal itu harus disinergikan menjadi energi yang positif. Pesan yang sering diutarakan BJ Habibie untuk para politikus adalah tentang pentingnya meningkatkan produktivitas masyarakat dengan penciptaan lapangan kerja yang seluas-luasnya.
Semua peserta Pemilu juga dianggap sebagai "anak intelektual" oleh BJ Habibie. Dengan demikian demokrasi bisa berjalan berlangsung secara sehat, berkepribadian Indonesia dan menjunjung sportivitas dan nilai kejujuran.
Advertisement
2. Musim Semi Toleransi
Tak jemu-jemunya BJ Habibie menganjurkan sikap toleransi dan saling menghargai terhadap semua penganut agama, golongan, dan suku bangsa. Perjalanan hidup dan dialektika BJ Habibie sejak sekolah menengah hingga menuntut ilmu di Jerman penuh dengan nilai toleransi dan keteguhan iman.
Fakta tersebut, relevan dengan kondisi sosial ke-Indonesia-an kini. Karena itu, IABIE mendorong terwujudnya musim semi toleransi dan kerukunan nasional. Agar perpecahan politik yang mulai muncul tidak semakin meluas dan bisa disinergikan kembali kepada seluruh komponen bangsa.
3. Raja Salman dan SDM Iptek Indonesia
Kunjungan Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud dari Arab Saudi membuka pintu kerja sama berbagai sektor. Saatnya mengefektifkan kerja sama kedua negara terkait dengan pengembangan SDM.
Apalagi visi 2030 Arab Saudi juga mengandung transformasi SDM nasional yang mengurangi ketergantungan sektor migas. Saudi Arabia belanja militernya sekitar 10,4 persen dari PDB dan PDB per kapitanya sekitar 17 ribu dollar AS. Belanja tersebut termasuk peringkat atas dunia.
Sekadar catatan, belanja alutsista AS hanya 4,8 persen, Rusia 4,3 persen, Korea Selatan 2,9 Persen, Malaysia 2,0 persen, dan Indonesia 0,89 persen. Besarnya belanja militer Arab Saudi dan jumlah alutsista yang sangat banyak tentunya membutuhkan tenaga terampil dan ahli untuk mengoperasikan dan melakukan perawatan berkala.
SDM Iptek Indonesia yang merupakan anak didik BJ Habibie dan telah berkecimpung dalam BUMN Strategis dan industri pertahanan seperti PT DI, PAL, PINDAD, dan lain-lain bisa membantu dan mengisi kebutuhan SDM di sana.
SDM Iptek Indonesia bisa dikirim ke Arab Saudi untuk menambah kompetensi dan pengalaman. Apalagi Kerajaan Arab Saudi dan Indonesia telah resmi meneken perjanjian kerja sama di bidang pertahanan.
Kesepakatan itu meliputi kerja sama penelitian dan transfer teknologi di bidang alat utama sistem persenjataan (alutsista), pelatihan pasukan khusus terkait penanganan teror, dan juga kerja sama dalam penanganan bencana.
Saudi yang memiliki teknologi dan senjata yang canggih juga mengajak Indonesia dalam penelitian dan pengembangan alutsista.
Pihak kerajaan juga telah menyempatkan diri untuk melihat sejumlah alutsista TNI yang diproduksi di Indonesia, seperti panser Anoa buatan PT Pindad di Markas Kopassus dan juga pesawat jenis CN-295 yang merupakan kerja sama PT Dirgantara Indonesia dengan Airbus Military.
Advertisement
4. SDM Pengelola Industri
Saatnya Indonesia memacu industrialisasi manufaktur untuk memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor. Sayangnya, negeri ini kekurangan tenaga ahli dan terampil untuk berbagai sektor industri.
Ketika industri manufaktur memasuki tahap yang lebih bernilai tambah, SDM yang tersedia tidak mampu mengikuti kecepatan perubahan industri. Laporan McKinsey Global Institute tentang Indonesia menyatakan sebagian besar pemilik industri mengalami kesulitan mendapatkan SDM ahli untuk mengelola industri.
Kajian McKinsey juga menyatakan potensi Indonesia agar ekonominya mampu tumbuh 6Â persen per tahun, maka harus mencetak SDM yang memiliki kemampuan yang andal dalam mengelola industri yang bernilai tambah tinggi. SDM tersebut untuk berbagai lini, dari level manajemen hingga tenaga kerja di lapangan yang dididik secara spesifik.
Pada era sekarang ini faktor kegesitan atau agilitas industri merupakan keniscayaan. Untuk mewujudkan kegesitan industri nasional, dibutuhkan SDM yang mampu mengembangkan fleksibilitas dan kapabilitas manufaktur.
5. Pendidikan Vokasional
Perlu sinergi yang detail antara kementerian juga dengan perusahaan yang bisa mewujudkan link and match. Untuk mewujudkan itu, perlu kerja sama antara ikatan sekolah kejuruan, dunia usaha atau industri yang diwakili KADIN, serta praktisi atau ahli teknologi yang memiliki pengalaman tentang transformasi industri dan teknologi di negara maju.
Konsep link and match pernah dirumuskan Wardiman Djojonegoro yang pernah menjadi Mendikbud Kabinet Pembangunan VI. Pada saat ini, konsep tersebut masih relevan.
Perspektif link menunjukkan proses yang berarti proses pendidikan selayaknya sesuai dengan kebutuhan pembangunan, sehingga hasilnya pun cocok (match) dengan kebutuhan tersebut. Baik dari segi jumlah, mutu, jenis, kualifikasi, maupun waktunya.
Sistem pendidikan nasional sejak Indonesia merdeka hingga kini belum mampu memenuhi tuntutan dunia usaha dan industri.
Program vokasional berbasis apprentice adalah kunci suksesnya industrialisasi di negara maju. Sedangkan, di Indonesia juga pernah diterapkan sistem Apprentice untuk memenuhi kebutuhan SDM industri dalam durasi yang singkat.
BUMN industri strategis yang merupakan wahana transformasi bangsa yang dibentuk BJ Habibie, seperti PT Dirgantara Indonesia (PT DI), PT PAL, PT Krakatau Stel pernah mencetak ribuan teknisi ahli yang direkrut dari lulusan SMA dan SMK menjadi SDM industri yang spesifik dan sesuai dengan kebutuhan.
Advertisement
6. Siswa SMA Berbakat
Postur Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia tergambar dalam data ketenagakerjaan 2016 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Disebutkan, jumlah angkatan kerja mencapai 127,67 juta orang.
Jumlah angkatan kerja 47,37 persen masih didominasi lulusan SD dan SD ke bawah, SMTP (18,57 persen) dan SMTA dan SMK (25,09 persen). Sedangkan lulusan diploma ke atas (DI, DII, DIII dan Universitas) hanya berjumlah 8,96 persen. Komposisi jumlah angkatan kerja tersebut tentunya tantangan berat untuk bisa bersaing secara global.
Keunggulan untuk mencetak SDM unggul dengan mengirimkan ke luar negeri adalah sistem pendidikan di sana yang menekankan sistem Lab Based Education (LBE) yang tidak dimiliki perguruan tinggi di dalam negeri. Sistem LBE adalah pendidikan yang dikaitkan dengan proyek riset atau tugas akhir di laboratorium canggih.
Ada baiknya napak tilas pencetakan SDM yang dahulu dilakukan BJ Habibie lewat beasiswa ikatan dinas kuliah di luar negeri untuk menangani transformasi industri dan teknologi berbagai bidang. Pada saat ini, ribuan anak intelektual BJ Habibie itu tetap eksis berkarya dan telah menemukan jalan masing-masing untuk mengabdikan kompetensinya untuk bangsa.
7. TKA dengan Modernisasi BLK
Banjir Tenaga Kerja Asing (TKA) hingga pelosok daerah harus menjadi perhatian serius pemerintah. Perlu antisipasi secara sistemik dan efektif di lapangan. Apalagi postur angkatan kerja nasional pada saat ini sangat riskan dan kurang berdaya saing secara global.
Antisipasi untuk mencegah krisis ketenagakerjaan harus dipersiapkan sedini mungkin. Meningkatnya TKA yang merambah berbagai sektor di negeri ini sebaiknya diatasi dengan langkah yang sistemik untuk meningkatkan kompetensi dan daya saing SDM atau tenaga kerja lokal.
Para kepala daerah perlu dibantu konsultan pengembangan SDM dan konsultan pendidikan internasional yang terpadu dengan entitas industri kelas dunia. Hal itu untuk merencanakan portofolio profesi yang harus dikembangkan di daerahnya. Agar ragam profesi kerja tidak ketinggalan zaman.
Dengan demikian, para pemuda bisa meraih jenis-jenis profesi yang menjadi kebutuhan dunia di masa depan. Pemasukan ke kas negara dari hasil Dana Pengembangan Keterampilan Ketenagakerjaan (DPKK) selama ini cukup besar di setiap kabupaten/kota.
DPKK diperoleh dari pungutan setiap perusahaan yang diwajibkan membayar 100 dolar Amerika Serikat perbulan per TKA. Dana tersebut sebaiknya dikembalikan untuk program pengembangan Balai Latihan Kerja (BLK).
Hampir semua kota telah memiliki BLK tetapi perlu modernisasi. Materi latihan kerja di BLK mesti disesuaikan dengan perkembangan dunia. Ada baiknya mencontoh solusi ketenagakerjaan di negara maju seperti Jerman, Perancis, dan Amerika Serikat.
Pola latihan kerja di beberapa negara tersebut, mengarah kepada pembentukan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan industri dan bisa melahirkan wirausahawan sekaligus inovator.
Menurut data statistik, 30 persen dari total wirausahawan dan pelaku start-up usaha di Amerika Serikat berusia sekitar 30 tahun. Hal itu terwujud karena keberhasilan pemerintah dalam mengelola angkatan kerja dan memberikan infrastruktur ketenagakerjaan dengan metode dan standar BLK yang baik.
Advertisement
8. Urgensi Audit Teknologi
Proyek-proyek infrastruktur dalam skala besar seperti proyek ketenagalistrikan, kereta api cepat, bendungan, bandara internasional, dan proyek infrastruktur lainnya hendaknya menekankan aspek transformasi dan audit teknologi (auditek) yang bisa meningkatkan kualitas alih teknologi sekaligus memperluas lapangan kerja.
Saatnya melakukan auditek untuk proyek-proyek besar dan produk teknologi asing yang masuk ke Indonesia secara konsisten. Hal itu untuk menjamin keandalan dan nilai tambah di kemudian hari.
Langkah tersebut juga dapat memperluas lapangan kerja, menumbuhkan industri lokal serta melindungi masyarakat dan lingkungan dari dampak negatif penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan dan sosial. Dengan auditek, bisa mengoptimalkan SDM teknologi yang otomatis akan memperluas ragam profesionalitas.
Ketentuan auditek hendaknya sesuai dengan badan yang dibentuk BJ. Habibie yakni Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Baik yang bersifat technoware dari aspek teknologi perangkat keras dan lunaknya, juga mencakup aspek infoware, orgaware, dan humanware.
Betapa pentingnya peran auditek dalam meningkatkan daya saing SDM dan industri lokal. Selain itu, fungsinya bisa menentukan posisi teknologi pada industri. Â
9. Solusi SDM Freeport
Perlu solusi tepat untuk membantu kaum pekerja PTFI yang notabene merupakan SDM pertambangan nasional yang memiliki kompetensi tinggi. Selain solusi ketenagakerjaan juga dibutuhkan solusi untuk menyegarkan kompetensi bagi karyawan serta meneguhkan proses sertifikasi profesi sehingga mereka bisa lebih berdaya saing global.
Seluruh pemangku kepentingan pertambangan di Indonesia berkewajiban mengembangkan SDM yang berdayaya saing global. SDM kelas dunia sangat penting, mengingat Indonesia menduduki peringkat enam besar dunia dalam hal kepemilikan bahan-bahan tambang.
Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), menempatkan Indonesia pada peringkat keenam sebagai negara kaya akan sumber daya tambang. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menempati posisi teratas untuk proyek-proyek pertambangan baru, diikuti Filipina dan Vietnam.
Nilai industri Pertambangan Indonesia diperkirakan akan mencapai US$ 200 miliar pada 2019. Dengan potensi sebesar ini, kesiapan SDM dan kematangan rencana pembangunan smelter untuk memajukan sektor pertambangan sangat dibutuhkan.
Bagaimanapun juga sektor pertambangan tetap akan menjadi sumber utama devisa Indonesia, dengan melihat potensi sumber daya mineral yang masih luas untuk digarap baik perusahaan lokal maupun asing.
Selain usaha dari pihak swasta, dukungan dari pemerintah berupa kemudahan dan keringanan bagi para investor smelter akan menjadi faktor pendukung yang signifikan untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi pembangunan smelter nasional.
Advertisement