Liputan6.com, Jakarta - Kedatangan Raja Salman bin Abdulazis al Saud ke Indonesia meninggalkan banyak cerita. Tidak hanya soal kemewahan Raja dan rombongannya, tapi juga cerita orang-orang Indonesia yang sempat berada di dekat Raja Arab Saudi itu.
Muchlis Hanafi, misalnya. Pria berperawakan kecil ini selalu tampak di antara Raja Salman dan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat sang raja berada di Jakarta. Publik pun bertanya, siapa laki-laki berkacamata yang selalu berada di belakang, di antara dua pemimpin negara itu?
Baca Juga
Muchlis adalah penerjemah kepresidenan untuk tamu asal Timur Tengah.
Advertisement
Sebelum menapaki karirnya saat ini, Muchlis merupakan seorang anak yang tumbuh di lingkungan Betawi religius. Orangtuanya adalah guru agama dan memiliki sebuah madrasah kecil.
"Jadi saya asli Betawi, tinggal di Cakung. Saya tumbuh di kultur yang religius dan dari keluarga santri," ujar Muchlis kepada Liputan6.com di kantornya, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran Kementerian Agama, Jakarta Timur, Selasa 7 Maret 2017.
Tamat dari Madrasah Ibtidaiyah, Muchlis melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren Gontor. Di sinilah, ia mulai mengenal bahasa Arab.
Lulus dari Gontor, Muchlis terbang ke Kairo, Mesir untuk menimba ilmu di Kampus Al Azhar. Di negeri Piramid ini, Muchlis mengaku lebih bebas mengeksplorasi kemampuan berbahasa Arabnya, karena langsung berinteraksi dengan orang asli berbahasa Arab.
Selama di Kairo, Muchlis yang lahir pada 18 Agustus 1971 ini mengasah kemampuan bahasa Arabnya dengan 2 cara tak lazim.
"Pertama saya rajin menghafal logat pembawa berita ramalan cuaca di radio dan kedua, saya sering nonton film Mesir," papar Muchlis sambil mengingat kejadian jenakanya kala menghabiskan 13 tahun di Kairo.
Tak dinyana, dua hobi itu mengantarnya sebagai penerjemah kepresidenan untuk tamu asal Timur Tengah. Padahal saat kuliah dari strata satu hingga doktor, ia mengambil Kajian Tafsir Al Quran.
"Studi spesialis saya adalah studi tafsir Al Quran, ini yang saya tekuni dari S1 sampai S3 di Mesir. Tapi tak jarang bila ada tamu negara dari Indonesia datang, saya diminta jadi penerjemah," tutur Muchlis.
Satu kenangan yang tak pernah dilupakannya selama bertugas sebagai penerjemah, adalah ketika mendampingi para hakim agama yang melakukan studi singkat di Mesir.
"Itu tahun 2002. Di sana saya sebagai penerjemah terpilih yang mengalih bahasa Arab-Indonesia dan sebaliknya. Dosennya Mesir, audiensnya Indonesia, itu saya ngomong 4 jam nggak berhenti, karena sendirian dan nggak ada yang gantiin," tutur Muchlis.
"Bahasannya tentang hukum lagi, jadi saya belajar juga buat tahu istilah-istilahnya, nah di sini saya benar-benar ditempa (sebagai penerjemah)," lanjut dia.
Pengalaman itu membuat Muchlis kini sangat mahir menerjemahkan segala rupa kajian studi, mulai dari kesehatan, ekonomi, dan lainnya. Untuk semakin melebarkan 'sayap'nya, Muchlis pun bergabung dengan komunitas penerjemah internasional.
Terbukti pria yang merupakan cucu Pahlwan Nasional KH Nur Ali (kakek dari sang istri) ini, sukses mendampingi tamu-tamu negara asal Timur Tengah seperti Imam Besar Al Azhar, hingga Raja Salman.