Liputan6.com, Jakarta - Sidang dakwaan kasus dugaan suap pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau E-KTP siap digelar esok hari, Kamis 9 Maret 2017, di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dalam persidangan yang akan dipimpin Hakim John Halasan Butar Butar, Franki Tambuwun, Emilia, Anshori dan Anwar ini melarang televisi untuk menyiarkan secara langsung. Humas Pengadilan Tipikor, Yohanes Priana membenarkan hal tersebut.
"Benar, tidak boleh menyiarkan secara langsung," ujar Yohanes kepada Liputan6.com, Rabu (7/3/2017).
Advertisement
Yohanes mengatakan, alasan tersebut diberlakukan karena beberapa hal. "Mengingat yang sudah terdahulu, pengadilan mengambil sikap bahwa persidangan sekarang sudah tidak boleh live lagi," sambung Yohanes.
Yohanes mengatakan, meski sidang tak disiarkan secara langsung oleh televisi, pihaknya tidak melarang masyarakat untuk datang ke pengadilan Tipikor dan melihat secara langsung jalannya proses persidangan.
"Persidangan ini mempersilakan masyarakat untuk hadir dalam sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. Siapapun juga. Tentu dengan mengingat kapasitas pengadilan. Kalau live artinya persidangan dihadirkan kepada masyarakat umum," kata Yohanes.
Dasar keputusan ini tertuang dalam Surat Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kelas 1A Khusus nomor W 10 u1/kp 01.1.1750sXI201601 tentang pelarangan peliputan atau penyiaran persidangan secara langsung oleh media.
"Peliputan boleh. Tapi tidak live. Biasanya majelis mengingatkan. Kalau mengambil gambar tidak boleh pakai lampu atau blitz. Karena itu mengganggu," kata Yohanes.
KPK telah menetapkan dua tersangka pada kasus dugaan korupsi proyek E-KTP pada 2011-2012 di Kemendagri. Keduanya, yakni bekas Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sebelumnya, KPK menyebut dugaan korupsi E-KTP pada 2011-2012 ini sebagai salah satu kasus besar yang rumit. Setidaknya, sudah lebih dari 250 saksi diperiksa untuk proyek yang diduga memakan kerugian negara hingga Rp 2,3 triliun.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap mengungkap nama-nama besar diduga terlibat dalam kasus suap pengadaan E-KTP. Meski banyak nama besar dan legislator yang diduga terlibat, KPK mengaku tetap akan menjalankan kewenangannya sebagai penegak hukum.