Sukses

IJTI Anggap Larangan Siarkan Langsung Sidang E-KTP Tidak Tepat

Larangan menyiarkan langsung sidang E-KTP dianggap menghalangi hak publik untuk mengetahui informasi.

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) melarang media televisi menyiarkan secara langsung sidang perkara dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik atau E-KTP. Sidang perdana dengan dakwaan tersebut rencananya akan digelar Kamis, 9 Maret besok.

Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menilai, larangan yang disampaikan Humas PN Tipikor Yohanes Prihana sebagai bentuk kebablasan. Bahkan, ia menegaskan, langkah tersebut dapat menghalangi hak publik untuk mengetahui informasi.

"Kami memandang, pelarangan live broadcast sidang korupsi E-KTP, tidak sejalan dengan cita-cita masyarakat di Tanah Air untuk memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya, korupsi juga sejajar dengan kejahatan terorisme," kata Ketua Umum IJTI, Yadi Hendriana dalam keterangan tertulisnya yang diterima Liputan6.com, Rabu (8/3/2017).

Larangan tersebut selain akan memasung kebebasan berpendapat, ia menambahkan, juga rawan terjadi persidangan yang tidak fair dan cenderung mengesampingkan rasa keadilan.

Apalagi, ia menjelaskan, sidang perdana tersebut akan menyeret nama-nama besar di panggung politik ke ranah hukum. Karena itu, ia berharap jangan sampai pelarangan siaran langsung sidang e-KTP justru akan menimbulkan masalah baru. Yakni, dengan tidak terbongkarnya mega korupsi secara gamblang dan melindungi tokoh-tokoh tertentu.

"Publik harus tahu dan mengawal sidang E-KTP secara aktif, dan jangan sampai kebebasan pers yang dijamin UU Pers No 40 Tahun 1999 terpasung," tutur Yadi.

Meskipun demikian, IJTI memandang ada jadwal-jadwal persidangan yang juga harus dihormati dan tidak perlu disiarkan secara langsung. Untuk melindungi keselamatan saksi kunci dan sejumlah saksi dalam sidang, IJTI memandang majelis hakim bisa melarang siaran langsung pada saat mendengarkan kesaksikan.

"Tujuannya untuk perlindungan keselamatan saksi dan saling mempengaruhi antara saksi yang dihadirkan pada kesempatan berbeda," ungkap Yadi Hendriana.

Selanjutnya, IJTI meminta kepada Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) untuk memperbolehkan sidang mega korupsi E-KTP dapat disiarkan langsung dari mulai dakwaan, tuntutan, eksepsi, putusan sela hingga vonis.

IJTI memandang, kasus e-KTP adalah kasus korupsi yang merugikan negara dan rakyat. Kasus ini tidak ada hubungannya dengan SARA dan layak diberitakan secara luas. (Right to know dan right to information).

Peliputan Tak Dilarang

Sebelumnya, Humas Pengadilan Tipikor Yohanes Priana menyatakan pihaknya melarang sidang E-KTP besok disiarkan secara langsung.

"Benar, tidak boleh menyiarkan secara langsung," ujar Yohanes kepada Liputan6.com, Rabu (7/3/2017).

Yohanes mengatakan, alasan tersebut diberlakukan karena beberapa hal. "Mengingat yang sudah terdahulu, pengadilan mengambil sikap bahwa persidangan sekarang sudah tidak boleh live lagi," sambung Yohanes.

Dia mengatakan, meski sidang tak disiarkan secara langsung oleh televisi, pihaknya tidak melarang masyarakat untuk datang ke Pengadilan Tipikor dan melihat secara langsung jalannya proses persidangan.

"Persidangan ini mempersilakan masyarakat untuk hadir dalam sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. Siapa pun juga. Tentu dengan mengingat kapasitas pengadilan. Kalau live artinya persidangan dihadirkan kepada masyarakat umum," kata Yohanes.

Dasar keputusan ini tertuang dalam Surat Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kelas 1A Khusus nomor W 10 u1/kp 01.1.1750sXI201601 tentang pelarangan peliputan atau penyiaran persidangan secara langsung oleh media.

"Peliputan boleh. Tapi tidak live. Biasanya majelis mengingatkan. Kalau mengambil gambar tidak boleh pakai lampu atau blitz. Karena itu mengganggu," kata Yohanes.