Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi IX DPR Adang Sudrajat mengatakan sampai saat ini Indonesia belum memiliki kebijakan di bidang ketenagakerjaan yang ideal dan bagus untuk diterapkan. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang lambat dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusianya dan terancam terlibas pada persaingan global dimasa yang akan datang.
“Peta jalan bidang ketenagakerjaan harus terus dievaluasi dan dilakukan perbaikan agar ke depannya kita tidak terkaget-kaget dengan persaingan SDM dari luar yang akan masuk ke Indonesia akibat perjanjian internasional,” kata Adang dalam rilisnya Senin (6/3).
Politisi F-PKS itu menjelaskan, bahwa selama ini kebijakan yang dibuat pemerintah banyak mengundang investor yang menyerap ternaga kerja yang tidak memiliki keahlian (unskilled worker). Jika keadaan ini terus berlangsung, akan mengakibatkan bangsa ini semakin kehilangan daya saingnya.
Lapangan kerja unskilled, lanjutnya, hingga saat ini secara simultan dan terus-menerus mengakibatkan tidak sinerginya antara proses pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja. Dilain pihak, pengangguran yang belum tertampung masih berada pada angka yang cukup tinggi. Hingga tahun 2016 akhir, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah pengangguran pada 2016 mencapai 5,5 persen atau sekitar 7,02 juta orang atau lebih rendah dibanding 2015 yakni sebesar 5,81 atau setara dengan 7,45 juta orang.
“Perlu dievaluasi secara teliti dan mendetail terkait masalah SDM. Sebab selama ini angkatan kerja produktif kita, setelah bertahun-tahun belajar tidak memiliki keahlian sesuai harapan dan lapangan pekerjaan yang tersedia,” ungkapnya.
Lebih lanjut legislator asal dapil Jawa Barat II itu mengatakan hal ini tergambar ketika terjadi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh kaum buruh. Mereka menuntut hak akan kenaikan gaji. Namun hingga saat ini, belum pernah terjadi aksi buruh menuntut hak peningkatan skill atau keahlian yang akan memberikan peluang bagi mereka untuk meningkatkan jenjang karier dimasa yang akan datang.
Akhirnya, lanjut Adang, anak bangsa kita bekerja pada sektor yang tidak membutuhkan keahlian dan bekerja dengan bayaran yang rendah (umr) dengan daya saing rendah dan daya tawar rendah. Sebagai gambaran, UMR tertinggi di Indonesia pada tahun 2016 ada di Kota Bekasi sebesar Rp 3.605.272 yang diikuti Kabupaten Bekasi sebesar Rp 3.601.650 dan DKI Jakarta sebesar Rp 3.100.000. Sedangkan UMR terendah ada pada berbagai daerah yang tersebar di propinsi di Indonesia berkisar sekitar 1,3 juta rupiah.
Kenyataan yang sering terjadi di negara ini menurut Adang karena tidak adanya skill yang memadai dan rendahnya gaji yang diterima oleh pekerja. Hal ini akan mengakibatkan kaum pekerja kita dapat diperlakukan seenaknya sesuai kepentingan para pemodal. Ketika hal ini terus dibiarkan, dalam jangka panjang, tambahnya, kaum pekerja yang ada akan semakin tidak berdaya saing, karena waktu yang ada digunakan sepenuhnya untuk mengerjakan pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian.
“Kondisi tenaga kerja kita saat ini apabila semakin tidak sejahtera karena mendapatkan imbalan yang hanya cukup untuk makan, maka semakin lama akan semakin kehilangan daya tawar karena persaingan sesama pencari kerja pada pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian. Di sinilah titik poin mengapa pemerintah harus dengan segera memberbaiki kebijakan dan “roadmap” bidang ketenagakerjaan,” pungkasnya.
(*)