Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kini menjadi sorotan, lantaran kasus e-KTP atau Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik. Kasus yang diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun itu, melibatkan banyak anggota DPR dan bebera pejabat di Kemendagri.
Terkait hal itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengeluarkan intruksi agar jajaran kementeriannya hadir jika dipanggil KPK.
"Sebagai Mendagri juga sudah meminta kepada seluruh jajaran Kemendagri terkait apabila diundang oleh KPK untuk memberikan kesaksian agar menyampaikan secara terbuka hal-hal yang memang diketahui," kata Tjahjo saat dikonfirmasi, Jumat (10/3/2017).
Advertisement
Hal tersebut, menurutnya, menunjukan Kemendagri akan terbuka untuk mengungkapkan dan menuntaskan kasus e-KTP. Sehingga, pihaknya akan senantiasa memberikan keterangan ke lembaga antirasuah itu.
"Pada prinsipnya Kemendagri terbuka dan memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam proses penyidikan kasus KTP elektronik," ucap Tjahjo.
Diketahui, Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kemendagri Irman serta mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dirjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto didakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dalam kasus ini.
Keduanya didakwa telah bekerja sama dengan Andi Gustinus alias Andi Narogong sebagai penyedia barang dan jasa pada Kemendagri serta Isnu Edhi Wijaya sebagai Ketua Konsorsium Percetakan Negara. Kemudian, Diah Anggraini sebagai Sekretaris Jenderal Kemendagri.
"(Irman dan Sugiharto) melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 2.314.904.234.275,39," kata Jaksa KPK Irene saat membaca dakwaan suap e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor), Kamis, 9 Maret 2017.
Atas perbuatannya dalam kasus e-KTP, Irman dan Sugiharto melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.