Liputan6.com, Jakarta - Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok disebut-sebut menjadi salah satu nama politikus yang menerima aliran dana proyek pengadaan e-KTP.
Menanggapi hal tersebut, Ahok yang juga sempat membahas proyek E-KTP saat menjadi anggota komisi II DPR RI mengatakan, kasus tersebut tidak mengganggu keikutsertaannya di pilkada dan juga jalannya kampanye putaran kedua.
"Enggak (ganggu) lah, saya sih santai saja orang tahu saya gak mungkin curi uang. Saya Kira kalau di Komisi II terjadi seperti (korupsi E-KTP), mereka juga enggak mungkin ngajak saya kok. Sudah tahu ngajak saya mah, saya langsung lapor KPK," ujar Ahok di kawasan Pulogadung, Jumat 10 Maret 2017.
Ahok mengaku, selama menjadi pejabat dia selalu mengembalikan kelebihan uang perjalanan dinas. Hal itu, kata Ahok, menunjukkan karakternya yang menolak pemberian tidak jelas asal-usulnya.
Advertisement
"Gubernur lebih uang operasional miliaran pun saya balikin masa cuma dituduh terima ratusan juta, makanya itu karakter orang itu teruji ketika kamu sudah diberikan kekuasaan," Ahok menandaskan.
Dalam dakwaan kasus e-KTP disebutkan nama-nama besar yang diduga ikut menikmati aliran dana megaproyek senilai Rp 5,9 triliun.
Mereka adalah Anas Urbaningrum, Melcias Marchus Mekeng, Olly Dondokambey, Tamsil Lindrung, Mirwan Amir, Arief Wibowo, Chaeruman Harahap, Ganjar Pranowo, Agun Gunandjar, Mustoko Weni, Ignatius Mulyono, Taufik Effendi, Teguh Djuwarno, Miryam S Haryani.
Kemudian, Nu'man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz, dan Jazuli Juwaini, Markus Nari, Yasonna H. Laoly, Khatibul Umam Wiranu, M. Jafar Hafsah, Ade Komarudin, Marzuki Ali, dan 37 anggota Komisi II DPR lainnya.