Liputan6.com, Jakarta Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun menyebut dugaan kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP ini termasuk besar. Karena, kata dia, kerugian hingga lebih dari 2 triliun.
"Saya lihat dari nilai proyek ini termasuk besar. Boleh dibilang paling besar karena kerugian negara sampai Rp 2,3 triliun," ucap Tama dalam sebuah diskusi di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (11/3/2017).
Selain itu, lanjutnya, kasus e-KTP ini melibatkan 2 bangunan besar. Keduanya adalah lembaga eksekutif dan legislatif.
Advertisement
"Kalau dengan kaitan kasus e-KTP ada dua bangunan besar yaitu lembaga eksekutif dan legislatif. Nah kita masih menunggu apa yang dibuktikan oleh KPK," ucap dia.
Lalu, dia mengaku kalau pada 2011 lalu, ICW sempat membuat preview soal pengadaan e-KTP ini. Salah satu pihak yang ditemui adalah mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, karena ICW menilai ada kejanggalan dari proyek e-KTP ini.
"Pada 2011 lalu ICW buat preview, Pak Irman salah satu pihak yang kita temui, termasuk Pak Gamawan. Proyeknya ada pelanggaran post building. Lalu yang lainnya Pak Gamawan tanda tangan kontrak saat ada perusahaan tender e-KTP yang sedang sanggah banding, ini tidak boleh," papar Tama.
Tama menambahkan, dengan Gamawan menandatangani kontrak sedangkan masih ada perusahaan yang mengajukan sanggah banding, maka ia memiliki tanggung jawab hukum.
"Untuk mendapat tanda tangan tersebut tidak mulus, ada tanda tangan kontrak sanggah banding. Kalau ada peserta lelang tidak sepakat, ada sanggah banding. Nah belum ada kontrak, tapi sanggah banding belum selesai, itu sudah tanda tangan kontrak. Ini tidak boleh," terang dia.
Tama menceritakan, saat melakukan komunikasi tersebut dan mencoba mencegah agar tidak dilakukan tanda tangan kontrak proyek e-KTP, tidak ada perbaikan yang dilakukan oleh Gamawan.
"Ruang komunikasi sangat luas, tapi enggak ada perbaikan. Dari kita kan sederhana, kalau mau jerat orang pidana korupsi apakah perbuatan sengaja atau tidak. Tinggal tunggu ada enggak kerugian negara," kata dia.
"Terakhir ada enggak pihak-pihak yang diuntungkan. Kalau di dakwaan kan jelas, nah ini kan dari awal sudah dicegah oleh KPK," ujar Tama.