Sukses

Larangan Salatkan Jenazah Masuk Ujaran Kebencian? Ini Kata Polri

Polri tegaskan penyebar nada kebencian di spanduk larangan salatkan jenazah bisa dipidana.

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa masjid di Ibu Kota marak terpasang spanduk bernada provokatif. Salah satunya adalah ajakan untuk tidak mensalatkan jenazah pendukung penista agama

Pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono menyebut spanduk-spanduk tersebut berasal dari satu sumber. Lalu, bagaimana polisi merespons hal ini, apakah termasuk ujaran kebencian?

Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar tidak tegas menjawab hal tersebut. Menurut Boy, spanduk-spanduk tersebut tidak baik.

"Saya pikir itu sebuah aliran yang memberikan pendidikan tidak baik," kata Boy di Gedung Divisi Humas Polri, Jakarta, Senin (13/3/2017).

Peran pemuka agama terkait fenomena ini, kata Boy, adalah untuk meluruskan atas apa yang terjadi.

"Penting untuk meluruskan isu sesat ajaran-ajaran yang tidak mendasar," ujar mantan Kapolda Banten ini.

Boy mengimbau masyarakat tidak terprovokasi dengan maraknya spanduk yang mengajak tidak mensalatkan warga akibat pandangan politik yang berbeda.

"Oleh karena itu masyarakat tidak boleh terprovokasi," kata Boy.

"Apakah penyebar spanduk bisa dikenakan pidana?" tanya wartawan.

"Ya," jawab Boy.

Terkait dengan maraknya spanduk-spanduk larangan mensalatkan jenazah, Pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono menyebut pihaknya sudah mulai menertibkan spanduk-spanduk tersebut.

"Sekarang sudah 147 spanduk provokatif dicopot oleh Satpol PP, dicopot bukan hanya oleh Satpol PP saja, tapi juga oleh kesadaran warga," ujar pria yang karib disapa Soni ini di Balai Kota Jakarta, Senin (13/3/2017).

Menurut Soni, banyak spanduk provokatif yang dipasang bukan oleh warga sekitar masjid. Dia menduga spanduk-spanduk itu berasal dari satu sumber.

"Spanduk itu hampir dapat dipastikan yang masang banyak bukan oleh masyarakat sekitar, bukan oleh warga sekitar masjid itu sendiri. Karena hampir semua tulisan spanduk itu seragam, hanya warnanya beda-beda, kemungkinan iya (satu sumber)," ucap Soni.

"Kalau hurufnya sama, cetakannya sama kan berarti ada yang menggerakkan," tambah Soni. (Liputan6.com/Gde Dharma Gita Diyaksa)