Sukses

Tak Terima Suap, Ahok Tak Terganggu Kasus Korupsi e-KTP

Di tengah persidangan mega skandal kasus korupsi e-KTP, Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja (Ahok) tetap tenang menjalankan kampanye.

Liputan6.com, Jakarta Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tenang-tenang saja melakukan kampanye. Di tengah persidangan mega skandal kasus korupsi e-KTP, dia terlihat tak terganggu.

Ahok mengaku sempat membahas proyek E-KTP saat menjadi anggota komisi II DPR RI. Ia mengatakan, kasus tersebut tidak mengganggu keikutsertaannya di pilkada dan juga jalannya kampanye putaran kedua.

“Enggak (ganggu) lah, saya sih santai saja orang tahu saya gak mungkin curi uang. Saya kira kalau di Komisi II terjadi seperti (korupsi E-KTP), mereka juga enggak mungkin ngajak saya kok. Sudah tahu ngajak saya mah, saya langsung lapor KPK,” ujar Ahok di kawasan Pulogadung beberapa waktu lalu

Ahok mengaku, selama menjadi pejabat dia selalu mengembalikan kelebihan uang perjalanan dinas. Hal itu, kata Ahok, menunjukkan karakternya yang menolak pemberian tidak jelas asal-usulnya.

“Gubernur lebih uang operasional miliaran pun saya balikin masa cuma dituduh terima ratusan juta, makanya itu karakter orang itu teruji ketika kamu sudah diberikan kekuasaan,” kata Ahok.

Selain itu calon gubernur nomor pemilihan dua DKI Jakarta, Ahok, menyampaikan alasannya yang terus menolak pengadaan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.

Karena masalah ini, mantan anggota Komisi II DPR RI itu pernah berdebat dengan pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) saat menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta.

“Saya bukan menolak proyek e-KTP, saya cuma katakan e-KTP enggak perlu dibuat jadi proyek,” kata Ahok seperti dikutip Kompas.com, 10 Maret 2017.

Ahok mengatakan, seharusnya kartu identitas dapat disatukan dengan kartu ATM. Pemerintah dapat bekerja sama dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD) setempat untuk membuat kartu identitas tersebut.

Pegawai negeri sipil (PNS) DKI Jakarta kini telah memiliki kartu identitas yang terintegrasi dengan kartu ATM.

“Saya waktu jadi wagub juga ngomong begitu kan. Dulu sampai mantan Mendagri agak marah dengan saya,” kata Ahok.

Menurut Ahok, pemutakhiran data e-KTP menghabiskan anggaran yang sangat besar. “Sekarang, KTP bisa buat narik duit enggak? Jadi mana yang lebih bahaya, kasih kamu kartu ATM atau KTP? Jadi maksud saya ngapain bikin sistem lagi, kenapa enggak numpang di bank, datanya, kerja sama,” kata Ahok.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Kerugian negara akibat pengadaan e-KTP mencapai Rp 2,3 triliun.

Ada dua terdakwa dalam kasus ini, yakni mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.

Adapun Irman didakwa memperkaya diri sebesar Rp 2.371.250.000, 877.700 dollar AS, dan 6.000 dollar Singapura. Sementara itu, Sugiharto mendapatkan uang sejumlah 3.473.830 dollar AS. Dalam pembacaan dakwaan, banyak pihak yang disebut menerima dana hasil korupsi e-KTP tahun 2011-2012.

Korupsi terjadi sejak proyek itu dalam perencanaan serta melibatkan anggota legislatif, eksekutif, Badan Usaha Milik Negara, dan swasta. Dalam dakwaan kasus e-KTP disebutkan nama-nama besar yang diduga ikut menikmati aliran dana megaproyek senilai Rp 5,9 triliun.

Mereka adalah Anas Urbaningrum, Setya Novanto, Melcias Marchus Mekeng, Olly Dondokambey, Tamsil Lindrung, Mirwan Amir, Arief Wibowo, Chaeruman Harahap, Ganjar Pranowo, Agun Gunandjar, Mustoko Weni, Ignatius Mulyono, Taufik Effendi, Teguh Djuwarno, Miryam S Haryani.

Kemudian, Nu’man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz, dan Jazuli Juwaini, Markus Nari, Yasonna H. Laoly, Khatibul Umam Wiranu, M. Jafar Hafsah, Ade Komarudin, Marzuki Ali, dan 37 anggota Komisi II DPR lainnya.

(*)

Video Terkini