Liputan6.com, Jakarta - Warga di Setiabudi, Jakarta Selatan, menolak mensalatkan nenek Hindun. Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar menegaskan, masalah politik tidak boleh dicampur dengan agama.
Jangan hanya karena berbeda pilihan politik, ia menambahkan, seorang muslim tidak menikmati hak untuk disalatkan.
Baca Juga
"Aliran politik apa pun itu tidak mengganggu orang untuk disalati," ujar dia di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (13/3/2017).
Advertisement
Nasaruddin menjelaskan, kewajiban seorang muslim untuk mengurus jenazah saudara muslim tidak perlu dipertentangkan. Jangankan dia jelas Muslim, bila ditemukan keraguan jenazah ini muslim atau tidak pun tetap wajib disalatkan.
Ketika jenazah itu tidak disalatkan, satu daerah itu akan berdosa. Karena itu, Nasaruddin mengingatkan selama jenazah itu muslim tetap harus disalatkan.
"Yang penting orang itu Muslim," pungkas Nasaruddin.
Jenazah nenek Hindun 78 tahun ditelantarkan masyarakat sekitar. Sebab, sang nenek yang sudah tak bisa berjalan sejak lama itu memilih Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat saat Pilkada DKI putaran pertama.
Menurut keterangan Neneng, usai nenek bernama Hindun bin Raisman itu mencoblos Ahok-Djarot, keluarganya menjadi pergunjingan. Neneng adalah putri bungsu Hindun.
"Kami ini semua janda, empat bersaudara perempuan semua, masing-masing suami kami meninggal dunia, kini ditambah omongan orang yang kayak gitu, kami bener-bener dizalimi, apalagi ngurus pemakaman orang tua kami aja susah," ujar Neneng, pada Liputan6.com di kediamannya, Jalan Karet Raya II, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat, 10 Maret 2017.
Neneng menceritakan, kronologi jenazah ibundanya ditolak disalatkan di musala oleh ustaz Ahmad Syafii. Neneng mengatakan, saat itu dia dan keluarganya ingin agar jenazah Hindun disalatkan di mushola. Namun, ditolak oleh Ustaz Ahmad Syafii lantaran tidak ada orang di musala.
Selain itu, tak ada orang yang menggotong jenazah Hindun ke musala. Sehingga Ustaz Ahmad Syafii mensalatkan Hindun di rumahnya.
"Alasannya, nggak ada orang yang mau nyalatin (di musala), padahal kami ini anak dan cucunya ramai menyalatkan, tapi memang orang lain (warga lain) cuma empat orang (yang datang ke rumah)," terang Neneng, salah satu anak nenek Hindun.