Liputan6.com, Jakarta Duta Besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik bertemu Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly. Beragam bahasan diangkat dalam pertemuan tersebut, salah satunya terkait hukuman mati yang diterapkan Indonesia untuk gembong narkoba.
Pertemuan digelar Rabu 8 Maret 2017 di ruang kerja Menteri Hukum dan HAM, di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Isu hukuman mati merupakan salah satu agenda yang selalu dibahas oleh duta besar dari negara-negara Eropa.
Indonesia mencatat trend negara-negara lain yang telah menghapus hukuman mati, namun faktanya masih diberlakukan di beberapa negara termasuk di negara maju. Saat ini di DPR, isu hukuman mati merupakan salah satu isu yang tengah dibahas secara intensif dan diharapkan dapat disepakati suatu solusi yang dapat diterima semua pihak.
Advertisement
"Bahwa pada prakteknya saat ini di Indonesia penjatuhan hukuman mati lebih banyak dikenakan kepada para pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika," kata Yasonna dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.
Pembicaraan kemudian berkembang pada upaya efektif menekan peredaran narkoba di Indonesia. Meskipun telah dilakukan tindakan hukum yang tegas oleh pemerintah untuk memberantas peredaran narkotika dan psikotropika, namun angka penyalahgunaan tetap tinggi yang tentunya menjadi lahan bagi para produsen dan pengedar narkotika dan psikotropika tersebut.
"Oleh karena itu, di samping tindakan penegakan hukum tegas tersebut di atas, pemerintah juga akan memfokuskan pada upaya untuk mengurangi permintaan melalui rehabilitasi, dan menumbuhkan kesadaran atas dampak negatif dari bahaya penyalahgunaan narkoba," kata Yasonna.
Menkum HAM juga menyampaikan hasil kunjungannya ke Inggris Desember 2016 kepada sejumlah pejabat tinggi Pemerintah Inggris dan London.
"Salah satu isu utamanya yaitu menyampaikan permohonan dukungan Pemerintah Inggris kepada Pemerintah RI dalam upaya untuk mengekstradisi Rafat Ali Rizvi, warga negara Ingggris, terpidana tindak pidana korupsi dan pencucian uang pada kasus Bank Century," kata Yasonna.
Menurut Yasonna, pihaknya dan Duta Besar Inggris mendorong dilaksanakannya pertemuan pada tataran teknis. Hal ini guna mencari landasan bagi kedua pemerintah untuk mendukung proses permintaan ekstradisi tersebut.
Rafat Ali Rizvi adalah salah satu pemegang saham asing di Bank Century yang telah ditetapkan bersalah dalam kasus korupsi. Tersangka lainnya adalah Hesham Al-Warraq.
Rafat bersama Hesham Al Warraq, warga negara Arab Saudi, telah divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2010. Keduanya terbukti meneken letter of commitment untuk menjamin transaksi melalui surat berharga yang memiliki kualitas rendah.
Atas tindakannya itu, Bank Century mengalami kesulitan likuiditas dan memaksa pemerintah melalui lembaga penjamin simpanan mengucurkan dana talangan senilai Rp 6,7 triliun.
Kedua terpidana kasus korupsi di Bank Century tersebut pun wajib membayar denda Rp 15 miliar subsider 6 bulan penjara, serta membayar uang pengganti senilai Rp 3,1 triliun.