Liputan6.com, Jakarta - Ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada, Edward Omar Sharif Hiariej, mengatakan, pasal penodaan agama diterapkan bila ada niat menghina agama.
Edward mengungkapkan hal tersebut dalam kesaksiannya di sidang ke-14 kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Baca Juga
"Pada Pasal 156 dan 156a KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) mensyaratkan harus ada niat, niat untuk memusuhi atau menghina agama," kata Edward di Auditorium Kementerian Pertanian, Selasa (14/3/2017).
Advertisement
Edward mengatakan, pasal tersebut harus dilihat tidak hanya dari unsur kesengajaan, tapi juga niat. Faktor niat bersifat subjektif, sedangkan faktor kesengajaan bersifat objektif. Dia mengakui, tidak mudah untuk membuktikan faktor niat tersebut.
Meski tidak mudah, Edward menyebut majelis hakim pasti bisa menilai unsur niat dari Ahok pada saat persidangan.
"Kalau bicara niat, yang tahu hanya Tuhan dan pelakunya. Kita harus lihat keadaan sehari-hari orang itu hingga sampai pada justifikasi, orang tersebut punya niat untuk menghina agama," kata Edward.
Untuk kasus Ahok, Edward menilai Ahok tidak ada niat untuk menista agama Islam. Edward juga menyarankan untuk meminta pandangan dari ahli lain, seperti ahli gestur dan agama untuk memperkuat pendapatnya.
"Berdasarkan keahlian, dengan tegas saya katakan (Ahok) tidak memenuhi unsur (menista agama)," ujar Edward.
Diketahui, menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya 5 tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.