Sukses

Bikin Semrawut, Kuota Angkutan Online di Bogor Dibatasi

Pemkot Bogor menilai keberadaan alat transportasi online kurang koordinasi sehingga membuat lalu lintas bertambah macet.

Liputan6.com, Bogor - Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor berencana membatasi kuota alat transportasi online. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi potensi gesekan dengan penyedia jasa angkutan umum konvensional.

Jumlah yang semakin tak terkendali, serta tidak tertib dalam mencari penumpang menjadi alasan Pemkot melakukan pembatasan taksi dan ojek berbasis aplikasi itu.

"Kami sedang lakukan kajian, lalu nanti dibuat payung hukumnya berupa peraturan wali kota," ujar Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, Selasa (14/3/2017).

Tugas pengaturan kuota ini, lanjut Bima, diserahkan kepada pemerintah daerah seperti halnya pengaturan taksi resmi. Bima mengungkapkan, sudah ada rumus yang disusun untuk bisa mengetahui jumlah kuota maksimal di Kota Bogor.

Bima mengakui, jumlah pengemudi angkutan transportasi online yang semakin menjamur tentu berimbas terjadinya kemacetan. Apalagi, pengemudi kerap mangkal di sembarang tempat seperti di halte, trotoar, hingga bahu jalan.

"Ini sangat mengganggu arus lalu lintas. Kalau online ya harus mobile," ujar Bima.

Bima menjelaskan tidak adanya penanggungjawab dari masing-masing transportasi online membuat pemkot kesulitan untuk koordinasi dengan mereka.

"Jangankan koordinatornya, jumlahnya saja kita tidak tahu. Tapi nanti ke depan kami akan arahkan agar ada penanggungjawabnya," ujar Bima.

Di samping membatasi jumlah transportasi online, pihaknya juga tengah memperbaiki angkutan massal di Kota Bogor agar masyarakat mau menggunakan angkutan umum.

"Salah satunya mengonversi angkot menjadi bus dan angkot-angkot yang digeser ke pinggiran juga dibuat lebih nyaman," terang dia.

Ketua Organda Kota Bogor, M Ishcak menyetujui adanya pembatasan alat transportasi online. Sebab, keberadaan angkutan ini sangat berimbas terjadinya penurunan pendapatan sopir angkot konvensional hingga mencapai 40 persen.

"Selama ini kami sering menerima keluhan dari para sopir pendapatannya terus berkurang," ujar dia.

Namun, dia mengaku tidak bisa berbuat banyak karena organda memiliki kewenangan melarang keberadaan alat transportasi online tersebut.

"Di satu sisi memang membuka lapangan kerja, tapi jumlahnya harus dibatasi supaya tidak merugikan sopir angkutan yang lain," ujar Ishcak.