Liputan6.com, Jakarta Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Metro Jaya membongkar jaringan pedofil yang beroperasi di dunia maya, khususnya di media sosial. Empat tersangka ditangkap dalam kasus ini.
Empat orang tersebut berprofesi sebagai admin grup sekaligus member (anggota). Mereka adalah Wawan alias Snorlax (27), Illu Inaya alias DS (24), DF alias TK alias DY (17), dan SHDW alias SHDT (16).
Baca Juga
"Pelaku DF ini masih berusia 17 tahun, tapi korbannya sudah ada enam anak. Korbannya berusia 3 sampai 8 tahun. Dua di antaranya merupakan keponakannya sendiri, selebihnya tetangganya," kata Kapolda Metro Jaya Irjen M. Iriawan, Jakarta, Selasa, 14 Maret 2017.
Advertisement
Sementara Wawan, yang diketahui sebagai pembuat grup pornografi anak, telah melakukan kejahatan terhadap dua korban. Masing-masing korbannya masih berusia 8 dan 12 tahun.
Iriawan membeberkan, sejak dibentuk pada September 2016, Official Candy's Group ini sudah memiliki anggota mencapai 7.000 lebih. Namun berdasarkan penelusuran Liputan6.com, saat berita ini ditulis, anggota grup tersebut tersisa 801 member.
Berikut fakta-fakta yang dihimpun Liputan6.com terkait kejahatan anak yang dikendalikan para pedofil.
Â
Jaringan Internasional
Polisi saat ini terus memburu member lain yang turut melakukan kejahatan seksual terhadap anak. Polisi bahkan telah bekerja sama dengan Federal Bureau of Investigation (FBI) karena grup ini telah terkoneksi secara internasional.
"Ini terkoneksi secara internasional, di mana banyak member dari Amerika Latin, seperti Peru, Argentina, Meksiko, Chili, Kolombia, Amerika. Nanti kita buka bersama FBI, karena banyak akun yang sudah diblok," kata Kapolda Metro Irjen M. Iriawan.
Grup ini memiliki 7 ribu anggota. Setiap anggota aktif disyaratkan mengirimkan gambar atau video perbuatan seksual dengan anak kecil di grup tersebut.
"Kemudian posting video atau gambar porno yang belum pernah di-upload. Jadi korbannya bertambah tidak boleh gambar yang sama," ucap Iriawan.
Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu mengatakan, dengan terungkapnya kelompok pedofil ini, Indonesia menjadi ladang subur kejahatan seksual terhadap anak.
"Ada 11 jaringan internasional. Semua terjadi di seluruh dunia, dan kita Indonesia masih ladang subur untuk hal ini. Pelaku maupun korban," kata Roberto.
Dia menuturkan, pihaknya masih menganalisis para korban pornografi anak itu. Sebab, dari 500 video dan 100 foto perlakuan cabul yang ada di grup Official Candy's tersebut, tidak bisa dengan cepat disimpulkan kesemuanya merupakan warga Indonesia.
"Ini masih kita analisis. Kalian kan enggak bisa lihat wajahnya Asia. Asia mana? Thailand-kah, Filipina-kah, Indonesia-kah, itu harus kita periksa lagi," jelas dia.
Advertisement
Tersebar di Media Sosial
Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Wahyu Hadiningrat menyampaikan bahwa grup media sosial Facebook bernama Official Candy's Group, yang merupakan rumah dari kasus pornografi online spesialis anak, terkoneksi dengan sejumlah grup di Whatsapp dan Telegram.
"Terkait koneksi antara FB yang ada di kita, kemudian dengan grup lain. Jadi koneksinya itu bukan dari grup ini (saja), langsung konek ke grup lain. Jadi ada admin yang mengatur yang inisial WW itu yang konek-kan. Itu dikonek ke grup WA dan Telegram," tutur Wahyu di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (15/3/2017).
Dengan adanya koneksi antara grup Facebook, Whatsapp, dan Telegram, maka komunikasi antar-member dan perputaran video dan foto mesum menjadi lebih praktis. Bahkan, sejumlah grup tersebut merambah ke berbagai negara.
Kepolisian akan bekerja sama dengan Kominfo untuk mendalami perihal tersebut. Kasus tersebut harus dapat terungkap cepat agar mencegah para anak lainnya menjadi korban tindakan cabul para pelaku penyimpangan seksual.
"Kalau sifatnya itu, kita temukan akun ini juga. Lalu informasi (masuk) kemudian cyber patrol ini sistem 24 jam. Kita akan tetap lakukan untuk mencegah hal seperti ini. Kita kerja sama juga dengan Kominfo. Sharing informasi bagi masyarakat yang tahu juga ada akun pornografi dan akun lainnya," Wahyu menandaskan.
Perputaran Uang Virtual
Wahyu Hadiningrat mengatakan, grup media sosial Facebook bernama Official Candy's Group yang merupakan rumah dari kasus pornografi online spesialis anak juga mendapatkan keuntungan finansial. Hanya saja, bentuknya merupakan uang virtual.
"Karena ini virtual, rekening pun virtual, dan bisa dibelanjakan sifatnya virtual juga," tutur Wahyu di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (15/3/2017).
Uang itu dihasilkan dari setiap video dan foto yang mendapatkan klik like dari para penikmat video cabul itu. Hanya saja, memang aliran uang yang semuanya bersifat sistem itu membuat penyidik memerlukan kinerja ekstra untuk pengusutan kasus tersebut.
"Memang ini semua seluruhnya terkait sistem dan alat," ucap dia.
Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu menambahkan, per klik like yang didapat dari sebuah video atau pun foto yang diunggah di grup Facebook tersebut, pengelola akan mendapatkan uang virtual sekitar 15 dolar.
Menurut dia, keuntungan per klik dari tiap video dan foto yang ada berbeda-beda. Poin pun masuk ke akun-akun virtual yang dibuat oleh si pengelola grup tersebut sebelum kemudian berubah menjadi uang virtual.
"Ketika kalian klik (like) per view, kalian itu mendapatkan poin. Nah, poin itu yang akan dikonversi menjadi mata uang elektronik," kata dia.
Advertisement