Liputan6.com, Jakarta - Di sidang kasus e-KTP, mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengaku terima uang Rp 1 miliar dari Afdal Noverman. Uang tersebut, menurut Gamawan, adalah pinjaman untuknya melakukan operasi kanker.
"Saya waktu itu pinjam uang Rp 1 miliar buat operasi kanker di Singapura. Karena obatnya mahal, saya kehabisan uang," kata Gamawan saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (16/3/2017).
Jaksa KPK Abdul Basir merasa heran dengan pengakuan Gamawan. Sebagai seorang menteri, Basir menganggap Gamawan memiliki asuransi untuk kesehatan pribadi dan keluarga.
Advertisement
"Betul (punya asuransi). Tapi saya operasi di Singapura, asuransi saya tidak berlaku di Singapura," kata Gamawan.
Gamawan Fauzi mengaku, usai operasi kanker usus, dia harus minum obat yang harganya mahal. Lantaran kehabisan uang, dia meminjam uang dari Afdal Noverman dan adik-adiknya. Uang pinjaman tersebut, dia mengaku, sudah dilaporkan ke LHKPN.
Gamawan Fauzi
Dalam dakwaan kasus e-KTP yang dibacakan oleh Jaksa KPK pada Kamis 9 Maret 2017, Gamawan menerima uang dari Afdal Noverman yang berasal dari Andi Agustinus, alias Andi Narogong. Andi dalam dakwaan disebut sebagai pengatur suap perkara yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Dalam surat dakwaan KPK untuk terdakwa Irman dan Sugiharto, tercantum pula penerimaan uang dari Afdal Noverman ke Gamawan Fauzi. Namun besaran uangnya berbeda dengan yang disampaikan Gamawan.
Uang yang diberikan Afdal disebut jaksa berasal dari Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha yang berperan dalam proses anggaran dan lelang. Besaran uang yang diterima Gamawan dari Afdal US$ 2 juta.
Sebelumnya, dalam dakwaan sidang kasus e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, nama Gamawan Fauzi ikut diungkap menerima aliran dana suap. Menteri era SBY itu disebut turut menikmati uang US$ 4,5 juta dan Rp 50 juta.
"Gamawan Fauzi (menerima aliran dana) sejumlah US$ 4,5 juta dan Rp 50 juta," ujar Jaksa KPK Irene Putrie saat membacakan dakwaan kasus e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis 9 Maret 2017.
Jaksa Irene mengungkapkan, pada akhir November 2009, Gamawan Fauzi selaku Menteri Dalam Negeri mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) No.471.13/4210.A/SJ, untuk mengubah sumber pembiayaan proyek e-KTP, yang semula menggunakan Pinjaman Hibah Luar Negeri menjadi anggaran murni.
Perubahan sumber pembiayaan itu, ucap dia, dibahas dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat antara Kementerian Dalam Negeri dan Komisi II DPR. Kemudian, pada awal Februari 2010, setelah mengikuti rapat membahas anggaran Kementerian Dalam Negeri, terdakwa Irman dimintai sejumlah uang oleh Burhanudin Napitupulu selaku Ketua Komisi II DPR ketika itu.