Liputan6.com, Jakarta - Seorang warga Jagakarsa, Jakarta Selatan, Pahinggar Indrawan nekat bunuh diri. Tak tanggung-tanggung, ia juga menyiarkan proses bunuh dirinya itu secara langsung atau live melalui media sosial Facebook pada Jumat 17 Maret 2017.
Psikolog Klinis dan Forensik, Kasandra Putranto menyesalkan video yang diunggah korban tersebar luas. Padahal, kata Kasandra, korban tengah mengalami depresi. Justru penyebar video tersebut pun juga dinilai sebagai orang yang memiliki gangguan kejiwaan.
Baca Juga
"Yang paling penting yang jadi perhatian kan, orang ini sakit. Tidak etis untuk menyebar-nyebar, jangan kita termasuk kelompok orang-orang yang punya gangguan impulse,"Â kata Kasandra saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Minggu (19/3/2017).
Advertisement
"Karena apa bedanya kita melecehkan korban, nah sementara kita punya gangguan psikologis yang fatal, tidak bisa mengendalikan diri kemudian nge-share itu," tambah dia.
Menurut Kasandra, meluasnya video bunuh diri tersebut melalui media atau jaringan sosial berdampak berbahaya bagi yang menontonnya. Apalagi, bila disaksikan orang yang memiliki tingkat depresi tinggi seperti pelaku.
Bisa jadi, sambung dia, orang tersebut malah mengikuti hal yang sama dilakukan pelaku, yaitu bunuh diri.
"Bisa jadi, kalau yang nonton adalah orang-orang yang punya gangguan psikologis, itu bisa menimbulkan keinginan untuk melakukan hal yang sama," ucap dia.
Pembunuh Nomor 2 Terbanyak
Secara garis besar, Kasandra mengatakan bahwa fenomena bunuh diri berkaitan erat dengan apa yang sedang dialami pelakunya, yaitu depresi. Kasandra menduga, korban tengah mengalami konflik rumah tangga dengan pasangannya. Hal inilah yang membuatnya menjadi depresi sehingga melakukan perbuatan nekat tersebut.
"Kejadian ini terjadi karena diagnosa depresi tidak terdeteksi oleh keluarga. Diduga ada konflik dengan pasangan, dan sebagainya. Tapi tidak terdeteksi, mungkin istrinya tidak tahu, keluarganya juga tidak tahu," kata dia.
Berdasarkan penelitian, Kasandra menambahkan kasus bunuh diri karena depresi setiap tahunnya semakin meningkat. Bahkan sejak tahun 2000, depresi menempati peringkat keempat di Indonesia sebagai faktor yang menyebabkan orang meninggal.
"Karena memang situasinya sekarang jumlah penderita depresi meningkat. Pada tahun 2020 diperkirakan akan menjadi pembunuh nomor dua. Jadi, orang meninggal yang disebabkan depresi itu jumlahnya banyak," terang dia.
Faktor keluarga, kata dia, berperan penting untuk mencegah kasus bunuh diri akibat depresi kembali terulang. "Kemudian juga yang penting adalah psychological check up atau pemeriksaan psikologis rutin," tambah Kasandra.