Liputan6.com, Jakarta - Tim penasihat hukum terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menghadirkan ahli agama pada persidangan ke-15 ini. Ahli agama yang dihadirkan yakni KH Ahmad Ishomuddin.
Namun keberadaan ahli ushul fikih dari IAIN Raden Intan, Lampung itu menuai keberatan dari kubu Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ketua JPU Ali Mukartono menilai keberadaan Ishomuddin sebagai ahli menunjukkan ketidakkonsistenan tim penasihat hukum Ahok.
Baca Juga
Sebab, Ishomuddin diketahui sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), selain menjabat sebagai Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Advertisement
"Pada beberapa keterangan ahli dari kami selalu ditolak (oleh penasihat hukum Ahok) dengan alasan dari MUI. Ini sikap ketidakkonsistenan, mohon catatan secara khusus," ujar Ali kepada majelis hakim dalam sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017).
Mendengar keberatan JPU, majelis hakim hanya mencatatnya dan mempersilakan jaksa melanjutkan kembali pertanyaannya.
Kepada majelis hakim, Ishomuddin menjelaskan tindakan yang dianggap menodai agama Islam itu seperti saat ada seseorang yang menginjak-injak Alquran dan melemparkannya sebagaimana penjelasan para ahli fikih.
Pada kasus Ahok, untuk mengetahui apakah perkataan seseorang telah menodai agama atau tidak harus dilihat pada niatnya. Karena itu, perlu dilakukan klarifikasi atau tabayyun kepada yang bersangkutan.
"Menjustifikasi sebelum tabayyun tidak dibenarkan dalam Islam," ucap Ishomuddin.
Bukan hanya klarifikasi atau tabayyun, sambung dia, untuk melihat niat seseorang bisa juga dilakukan dengan cara melihat kehidupan sehari-harinya
"(Niat) Bisa dilihat dari kesehariannya untuk mengetahui perbuatannya, menunjukkan adanya niat atau tidak," Ishomuddin menjelaskan.