Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerima Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Istana Negara. Kesempatan itu digunakan masyarakat adat untuk menyampaikan permasalahan yang dialami selama ini.
Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi mengatakan, pihaknya tengah berupa memperjuangkan undang-undang Masyarakat Adat yang saat ini mandek di DPR. Dia berharap Presiden berperan dalam mendorong terwujudnya undang-undang Masyarakat Adat ini.
Baca Juga
Banyak hal yang terjadi bila undang-undang ini tidak kunjung disahkan. Yang sering terjadi adalah kriminalisasi terhadap masyarakat adat, pengambil alihan tanah adat secara sepihak, dan pembangunan yang menyingkirkan masyarakat adat.
Advertisement
"Saya masih ingat, bapak Presiden waktu jadi gubernur menginginkan membangun yang tidak menggusur. Nah ini juga harus disebarkan ke seluruh negeri untuk segera menghentikan pembangunan tanpa menggusur. Itu bisa ada jika UU masyarakat adat ini ada, untuk bisa menjadi pegangan kita semua,‎ untuk semua kita bekerja ke depan," kata Rukka di Istana Negara, Rabu, 22 Maret 2017.
AMAN mengajukan adanya pembentukan Satuan Tugas untuk memastikan undang-undang Masyarakat Adat benar-benar dibahas dan diselesaikan dalam waktu dekat. Sehingga tidak ada lagi kriminalisasi untuk warga adat.
Rukka menjelaskan, tahun ini sudah ada tiga pemimpin adat di pegunungan Meratus Kalimantan Selatan yang dipidanakan oleh kepala dinas kehutanan setempat. Dua orang sudah dipenjara, sedangkan satu orang lainnya ditangguhkan penahanannya.
Kasus lainnya, masyarakat adat pernah diajak untuk berbicara dengan perwakilan perusahaan yang akan membangun di wilayah mereka. Tapi, setiba di kantor mereka malah ditangkap polisi.
"Kami ini bukan antipembangunan, tapi pembangunan yang menghormati yang membuat manusia menjadi bermartabat, dan tidak kehilangan akses yakni tanah kami," ucap dia.
Dia mengatakan, hal ini harus menjadi perhatian Jokowi. Karena masalah ini tidak bisa selesai hanya dengan hukum, tapi juga langkah politik.
"Karena ketidakpuasan masyarakat adat saat ini terhadap janji Presiden, sehingga kami berpikir untuk mengkaji ulang hubungan dengan Presiden, dukungan terhadap Presiden, hubungan dengan negara," tegas Rukka.
Keraguan ini muncul dari langkah Presiden yang dinilai lamban mengembalikan tanah adat. Selama dua tahun lebih memerintah, baru 13 ribu SK tanah diserahkan kepada masyarakat adat.
"Ini sangat tidak seimbang dengan jumlah masyarakat adat yang ada di negeri ini sekitar 50-70 juta," Rukka menandaskan.