Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan hingga saat ini belum mengantongi jumlah kendaraan, yang terkoneksi atau terdaftar dengan perusahaan aplikasi transportasi online.
Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub JA Barata, pihaknya masih menunggu para pemilik kendaraan dan perusahaan transportasi online mendaftarkan kendaraannya.
Baca Juga
"Sampai saat ini belum semuanya. Makanya kan kita minta untuk didaftarkan. Perusahaan transportasinya juga mendaftarkan," kata Barata dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (25/3/2017).
Advertisement
Menurut Barata, hal ini perlu dilakukan guna menyesuaikan keseimbangan penawaran dan permintaan.
"Kalau supply lebih dari demand maka di lapangan terjadi persaingan tidak sehat," ucap Barata.
Bila terus dibiarkan, Barata memprediksi akan ada persaingan yang tidak sehat antar perusahaan penyedia jasa transportasi online.
"Kalau penawaran banyak permintaan sedikit satu sama lain saling banting harga, kalau saling banting harga ini satu waktu mungkin bisa mengarah predator," tambah Barata.
Barata mengungkapkan, di wilayah Jabodetabek sudah ada armada yang dilaporkan ke Kemenhub. Tapi jumlah itu tidak mewakili.
Di sisi lain, Ketua DPP Organda Karwil 2, Wilayah DKI, Jabar dan Banten, Safruhan Sinungan menyesalkan situasi ini. Seharusnya, kata Safruhan, Kemenhub mempunyai data yang pasti terkait kendaraan yang terkoneksi aplikasi transportasi.
"Berapa jumlah kendaraan yang terkoneksi dengan aplikasi. Ini kan enggak ada dari Kemenhub," ucap dia.
Sementara, pakar Kebijakan Publik Universitas Indonesia Harryadin Mahardika sepakat dengan adanya data armada yang jelas pada transportasi online. Dengan begitu, pemerintah bisa menghitung bila ada kelebihan penawaran.
"Supaya kita tahu berapa trip sih itu sehari, order katanya 1,5 juta trip sehari untuk ojek online. Ini kalau kita konversi mengambil berapa market angkot konvensional," ucap Harryadin.
Harryadin mengatakan, angka ini juga penting bagi pengemudi transportasi online itu sendiri. Sebab, mereka bisa tahu dan mudah untuk menghitung penghasilannya.
"Ini penting data dibuka. Ini tantangan berat tapi dari beberapa contoh negara seperti Prancis berhasil meregulasi dan berkoordinasi baik dengan Uber. Kita tahu di Prancis, taksi mendominasi," tambah dia.