Sukses

Posisi Penasihat Sejajar Pimpinan KPK? Ini Kata Seorang Calon

Dengan posisi sejajar, Penasihat tidak lagi bertanggung jawab ke pimpinan KPK melainkan pada masyarakat, DPR, dan pemerintah, yaitu Presiden

Liputan6.com, Jakarta - Panitia Seleksi (Pansel) Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar tes wawancara tahap akhir terhadap 13 calon Penasihat KPK. Salah satu calon Burhanuddin mengusulkan agar Penasihat dan Pimpinan KPK dalam posisi sejajar.

Usulan tersebut disampaikan Burhanuddin, yang merupakan dosen Hukum Pidana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, dalam makalah yang dibuatnya sebagai calon Penasihat KPK periode 2017-2022.

"Mengenai usul hierarkis penasihat dan pimpinan menarik meski belum tentu sepakat. Jika dibuat sejajar (pimpinan dan penasihat KPK), implikasi apa yang akan muncul?," tanya salah anggota Pansel Penasihat KPK, Saldi Isra, di Gedung KPK Jakarta, Minggu (27/3/2017).

Menjawab pertanyaan Saldi, Burhanudin mengatakan, Pasal 22 Undang Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 menjelaskan struktur organisasi penasihat berada vertikal di bawah Pimpinan KPK.

"Dengan posisi ini, secara psikologis, pertimbangan dan nasihat Penasihat KPK tidak menjadi pertimbangan Pimpinan. Secara psikologi tidak terlalu memberikan pertimbangan dan nasihat untuk dijadikan dasar," ujar dia.

"Usulan saya itu dalam strukturnya kalau dimungkinkan seyogyanya jangan hubungan secara vertikal karena ada faktor psikologis tadi. Jadi sebaiknya ada garis horizontal antara pimpinan dengan penasihatnya," imbuh Burhanudin.

Untuk itu, ia melanjutkan, dengan posisi yang sejajar, Penasihat KPK tidak lagi mempertanggungjawabkan kerjanya kepada pimpinan KPK melainkan pada masyarakat, DPR, dan pemerintah dalam hal ini Presiden. Dengan demikian, ia berharap kerja-kerja pemberantasan korupsi dapat lebih efisien.

"Yang saya tawarkan penasihat dan pimpinan dalam garis horizontal. Pelaporan penasihat pada Presiden dan DPR," kata dia.

Dalam wawancara ini, tim Pansel KPK juga mempertanyakan mengenai keikutsertaan Burhanudin dalam partai politik. Pertanyaan ini akan selalu muncul untuk memastikan calon penasihat tidak pernah bergabung dengan partai politik.

"Insya Allah tidak, Pak," kata Burhanuddin.

Burhanudin mengakui dalam sesi wawancara ini, tim Pansel lebih banyak mempertanyakan mengenai peran, kinerja, pengalaman, dan pengetahuannya mengenai pemberantasan korupsi. Termasuk, kata dia, mengenai langkah-langkahnya jika terpilih sebagai Penasihat KPK serta peran KPK ke depan.

"Menjawab hal itu, KPK sebagai lembaga penegak hukum, law enforcement harus dipegang oleh orang-orang yang punya attitude, knowledge, dan moral," jelas Burhanuddin.

Selain Burhanudin, terdapat delapan calon Penasihat KPK lainnya yang dijadwalkan menjalani wawancara dengan Tim Pansel calon Penasihat KPK. Kedelapan calon lainnya yaitu Antonius D R Manurung dari Universitas Mercu Buana, Budi Santoso dari Ombdusman RI, Edi Sutarto dari Direktorat Jenderal Bea Cukai, dan Edward Efendi Silalahi akademisi dari Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.

Lalu ada juga Johannes Ibrahim Kosasih dari Universitas Kristen Maranatha, Moh Tsani Annafari dari Kementerian Keuangan, Muhammad Arief dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), serta Nindya Nazara dari PT Gerbang Berkah Solusi Indonesia.

Sementara empat calon Penasihat KPK lainnya yaitu Roby Arya Brata dari Sekretariat Kabinet, Sarwono Sutikno dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Vincensius Manahan Mesnan Silalahi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Wahyu Sardjono dari Garuda Indonesia dijadwalkan mengikuti tes wawancara tahap akhir ini Senin 27 Maret besok.