Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan teknologi dan informasi di Indonesia semakin hari semakin marak. Bahkan, tak jarang sebagian masyarakat memanfaatkan dunia maya dan sosial media sebagai ladang mencari rezeki, seperti menjadi buzzer.
Tak jarang juga, buzzer juga terlibat dalam kegiatan politik seperti ajang Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Presiden belakangan ini.
Baca Juga
Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Himawan Bayu Aji mengatakan, para buzzer tersebut awalnya memviralkan berbagai hal positif, baik itu produk perusaahaan ataupun program pasangan calon yang mereka dukung.
Advertisement
"Jadi buzzer itu dulunya memang diciptakan untuk memviralkan produk-produk dan program yang positif. Agar bisa dipahami masyarakat dalam hal-hal positif," kata Himawan dalam acara Gathering Jurnalis Trunojoyo di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Minggu 26 Maret 2017.
Namun belakangan ini, menurut Himawan, buzzer malah dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk menyebarkan hal-hal yang negatif. Misalnya menggulirkan isu hoax dan berita palsu.
Faktor ekonomi, kata Himawan, menjadi alasan utama para buzzer rela untuk menyebarkan isu-isu negatif di sosial media. "Buzzer ada andil positif dan negatif. Tergantung niatnya. Karena ada faktor ekonomi, idealismenya dia jadi berubah," ucap Himawan.
Himawan mencontohkan, bagaimana seorang buzzer ini menciptakan dan menyebarkan sebuah meme atau gambar negatif di sosial media sehingga menjadi viral.
Awalnya, seorang buzzer mengambil gambar dari sebuah situs tertentu kemudian mengeditnya dan menambahkan dengan kalimat-kalimat provokatif. Kemudian disebarkan ke beberapa orang lainnya.
"Tapi sekarang ini, pelaku-pelaku itu sudah mulai pintar. Dia yang buat dan ciptakan, setelah ramai dan menjadi viral, dia menghilang," terang Himawan.