Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta persoalan politik dan agama dipisahkan. Ketua MPR Zulkifli Hasan meminta pernyataan Jokowi lebih diperjelas. Harus jelas konteks yang dibicarakan tersebut.
"Saya kira bapak Presiden itu bicara soal politik dan agama dalam konteks apakah itu Pilkada DKI ya," ujar pria yang karib disapa Zulhas ini di Crowne Plaza Hotel Jakarta, Senin, 27 Maret 2017.
"Kita kalau bicara agama kan bicara nilai-nilai luhur ya kan, tapi kalau saling menghujat, saling memfitnah atas nama agama, itu politisasi agama, itu yang enggak boleh. Mungkin konteksnya itu," imbuh dia.
Advertisement
Ketua Umum PAN ini enggan mengatakan setuju atau tidak terkait permintaan Jokowi untuk memisahkan antara agama dan politik. "Ya kita lihat dulu konteksnya apa," jelas Zulhas.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta persoalan politik dan agama dipisahkan. Hal tersebut, dikatakan Jokowi, agar tidak terjadi gesekan antarumat di Indonesia.
"Memang gesekan kecil-kecil kita ini karena Pilkada. Benar enggak. Karena pilgub, pilihan bupati, pilihan wali kota, inilah yang harus kita hindarkan," kata Presiden Jokowi.
Untuk itu, Presiden meminta tidak mencampuradukan antara politik dan agama, "Di pisah betul, sehingga rakyat tahu mana yang agama, mana yang politik," kata dia.
Jokowi berpesan agar tidak terjadi antara suku, apalagi antara agama, ada pertikaian dan gesekan. Sebab, menurutnya, Indonesia memiliki banyak agama, banyak suku dan bahasa lokal yang mencapai 1.100 bahasa.
"Saya hanya ingin titip ini mumpung pas di Sumatera Utara, ingin mengingatkan semuanya bahwa bangsa kita terdiri dari macam-macam suku dan agama, bermacam-macam ras," ungkap Jokowi.
Presiden menyebut ada ada 714 suku, berbeda dengan negara lain yang hanya satu, dua, hingga tiga suku.
"Suku yang saya ingat, suku Gayo, suku Batak, Suku Sasak, suku Minang, Suku Dayak, suku Jawa, Suku Sunda, Suku Betawi, yang paling ujung timur suku Asmat, suku bugis, dan yang lain-lainnya," kata Jokowi.