Liputan6.com, Jakarta - Rasa was-was menghinggapi para orangtua belakangan ini. Penyebabnya, tidak lain adalah ramainya isu tentang penculikan anak beredar melalui pesan berantai di ponsel mereka.
Namun, apa jadinya bila isu tersebut hoax alias berita bohong? Apalagi bila masyarakat malah termakan isu tersebut?
Seperti dialami Maman Budiman, warga Jalan Ahmad Marzuki, Nomor 10 RT 002 RW 001, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Pria paruh baya itu malah menjadi korban pengeroyokan massa, lantaran dituduh sebagai pelaku penculikan anak.
Advertisement
Peristiwa ini terjadi pada Minggu, 26 Maret 2017 sekitar pukul 15.30 WIB. Ketika itu, Polres Mempawah mendapat informasi ada seseorang yang diamankan di Kantor Desa Amawang karena diduga menculik anak.
"Kemudian Kanit Reskrim berikut Kepala SPK (Sentra Pelayanan Kepolisian) meluncur ke TKP dan setelah sampai di TKP, massa sudah ramai di sana," ujar Kapolda Kalimantan Barat Inspektur Jenderal Polisi Musyafak di kantornya, Minggu, 26 Maret 2017.
Melihat kondisi korban sudah babak belur, sekitar pukul 17.00 WIB, rombongan polisi hendak membawa korban ke mobil patroli. Namun, massa makin beringas dan menerobos pintu tempat korban diamankan. Massa terus membabi buta mengeroyok korban.
"Akhirnya korban meninggal dunia, lalu korban dibawa ke RSUD Dr Rubini Mempawah," ucap Musyafak.
Polisi kemudian segera mengamankan lokasi kejadian. Polisi juga langsung melakukan visum dan mengontak keluarga korban.
Musyafak menjelaskan, personel gabungan polisi dan TNI beserta tokoh adat dan masyarakat langsung melakukan pertemuan.
Hasil pertemuan menyebutkan, korban bukan pelaku penculikan anak. Korban saat itu tengah menuju kediaman anaknya yang telah menikah dengan warga Desa Amawang.
"Sampai saat ini, informasi yang kita kumpulkan di TKP, bahwa anak kandung korban sudah menikah dengan warga setempat," ujar Musyafak.
Kunjungan korban ke desa tersebut untuk mengunjungi cucunya. Akan tetapi, pada saat perjalanan korban tidak tahu persis rumah anaknya sehingga kebingungan.
"(Kebingungan korban) menimbulkan kecurigaan masyarakat setempat. Karena gerak-gerik korban mencurigakan, masyarakat setempat langsung bertindak sendiri, anarkis, dan membabi buta," ujar Musyafak.
Hingga kini, polisi sudah mendalami kasus tersebut dan mengumpulkan informasi lebih kepada saksi-saksi saat kejadian.
Namun, polisi membantah ada pembiaran terkait pengeroyokan terhadap terduga pelaku penculikan anak itu. Musyafak mengaku, saat kejadian ada sekitar 800 orang yang berkumpul.
"Kehadiran anggota Polri pada saat kejadian sudah ada, namun jumlah masyarakat jauh lebih banyak. Sehingga anggota yang ada di TKP tidak mampu membendung tindakan masyarakat yang anarkis," Musyafak menegaskan.
Tak hanya di Pontianak, isu penculikan anak juga memakan korban jiwa di Serang, Banten. Korban diduga penderita gangguan jiwa yang menjadi sasaran warga yang mendapat kabar berantai di Facebook. Korban meninggal setelah dikeroyok ratusan orang di jalan.
Karangan Anak Kecil?
Hoax tentang penculikan anak sempat membuat Polres Pelalawan kerepotan. Sebab, ada seorang murid SD kelas V di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, berinisial MH mengaku sempat diculik.
Cerita ini ia tuturkan kepada guru sekolahnya selamat dari upaya penculikan, ketika perjalanan pulang ke rumahnya. MH mengaku kepada gurunya dihampiri mobil dan dimasukkan ke mobil oleh lima orang.
Dia mengaku selamat setelah berteriak dan meronta-ronta, hingga akhirnya diselamatkan polisi. Namun belakangan diketahui bahwa cerita tersebut fiktif dan karangan si anak.
Perihal rekayasa sang anak ini disampaikan Kapolda Riau Irjen Pol Zulkarnain Adinegara ketika dikonfirmasi kebenaran kasus penculikan tersebut, apakah hoax atau memang terjadi.
"Saya sudah hubungi Kapolresnya, dia bilang ada yang aneh dari pengakuan anak itu," kata Zulkarnain di Kantor Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kamis 23 Maret lalu.
Berdasarkan laporan dari bawahannya, Zulkarnain menyebut cerita penculikan yang diembuskan sang anak karena telat mengikuti salat zuhur di masjid dekat sekolah. MH kemudian lebih memilih pulang dengan alasan rumahnya dekat.
"Jadi kan waktu itu salat berjemaah. Nah, anak ini enggak ikut karena pulang. Kemudian ketika ditanya guru, dia ngakunya dimasukkan orang ke mobil dan berhasil selamat. Jadi, ini saya kira alasan karena tidak ikut salat," tutur dia.
Berdasarkan cerita Kapolres Pelalawan AKBP Ari Wibowo, kata Zulkarnain, anak tersebut memang berprestasi di sekolah. Kemungkinan hal itu membuat dirinya bisa mengarang cerita ketika tidak ikut salat berjemaah.
"Jadi berdasarkan data di sekolahnya, anak ini terbilang pintar," ujar dia.
Pengakuan bocah itu membuat seluruh polisi di Mapolres Pelalawan dikumpulkan. Setiap personel ditanyai: apakah ada yang menyelamatkan sang bocah dari penculikan?
"Karena dia ngaku diculik dan dibantu polisi, ada juga polisi yang melihat. Namun pas ditanyakan, tidak ada anggota yang melihat dan menyelamatkan dari upaya penculikan," kata Zulkarnain.
Meski demikian, Kapolda Riau meminta masyarakat, sekolah, dan orangtua agar tetap waspada untuk menjaga anak-anaknya. Menurut Zulkarnain, kewaspadaan penting menghindari kelengahan.
"Isunya kan di wilayah perbatasan pantai timur seperi Dumai, Bengkalis, Rohil, Meranti dan Inhil, ada penculikan anak. Sejauh ini masih hoax, tapi tetap harus waspada," kata dia.
Advertisement
Rekayasa Mengacaukan Pilkada
Bila melihat ke belakang, Kapolri Jenderal Tito Karnavian sudah jauh-jauh hari memastikan, isu penculikan anak yang tersebar di media sosial adalah hoax.
"Saya sudah cek ke Manado, cek juga ke Polda Metro Jaya, karena ini berkembang juga di Jakarta, itu kita cek, hoax," ucap Tito di Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jakarta Pusat, Selasa 21 Maret.
Tito bahkan menuding ada pihak-pihak yang sengaja memunculkan isu penculikan anak tersebut. Tujuannya, tak lain adalah membuat resah masyarakat.
"Jadi mungkin ada pihak ketiga yang sengaja menaikkan isu-isu provokatif untuk menimbulkan keresahan," kata dia.
Mantan Kapolda Metro Jaya ini menduga, isu-isu semacam itu sengaja dimunculkan guna mengganggu pelaksanaan pilkada serentak yang saat ini masih berlangsung.
"Untuk mendelegitimasi wibawa pemerintah," ucap Tito.
Dia mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak khawatir dengan adanya isu-isu negatif dan provokatif tersebut. Yang terpenting, masyarakat bisa lebih teliti mencerna informasi.
"Tidak perlu khawatir, lakukan kegiatan seperti biasa. Sambil kita meningkatkan kewaspadaan, jangan terlalu percaya pada berita hoax, meskipun penting untuk meningkatkan pengamanan keluarga, anak, tapi jangan over-reaktif dan panik. Karena itu klarifikasi dengan kepolisian," Tito menandaskan.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni'am Sholeh menuturkan, beberapa isu yang tersebar di media sosial kebanyakan hoax sehingga tak layak menjadi viral.
"Perlu kami sampaikan, termasuk konten yang di media sosial. Ada beberapa yang benar, ada yang tidak layak diviralkan. Banyak hoax," kata dia di kantornya, baru-baru ini.
Asrorun mengatakan, isu ini harus segera dihentikan karena bisa menimbulkan ketakutan masyarakat. Dia mengimbau, jika memang ada penculikan sebaiknya langsung dilaporkan ke kepolisian.
"Isu kasus penculikan anak, ini menyebabkan ketakutan. Kalau ada kasus, dilempar saja ke penegak hukum," tutur dia.
Asrorun menambahkan, peran orangtua dalam pengawasan anak sangat diperlukan dalam mencegah terjadinya penculikan anak. Karena itu, jangan pernah abai dalam pengawasan anak.
"Orangtua harus memberikan perhatian yang lebih dalam pengawasan anak. Jangan pernah abai," Asrorun menandaskan.
Sementara, Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) menyesalkan sikap kepolisian yang cepat menyimpulkan isu penculikan anak untuk penjualan organ manusia hoax.
"Harusnya Polri tidak terburu-buru menyatakan informasi penculikan yang mengincar organ tubuh anak adalah hoax. Perlu penelusuran dan pendalaman lebih terhadap sebaran info tersebut," ujar Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait di kantornya, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Jumat 24 Maret 2017.
Karena kalau langsung dianggap hoax, kata dia, nanti mengundang orang yang punya niatan menjual organ akan menjadi tenang.
Arist mengakui, untuk membongkar atau menemukan kasus penculikan anak dengan tujuan penjualan organ sulit dilakukan. Namun, pihaknya berharap kepolisian jangan lalai usai menyatakan sebaran informasi tersebut hoax.
Sebab, kata Arist, bukan tidak mungkin kasus itu benar ada. Karena biasanya kasus penjualan organ dimainkan oleh jaringan profesional.
"Seperti kasus Babe (Baekuni) ada tiga mayat yang organ tubuhnya hilang. Kemudian kami dapat iklan harga penjualan organ di Malaysia. Dan lima tahun lalu kasus ini juga sempat menjadi isu internasional, tanda-tandanya sudah ada," ujar Arist.
Dia berharap kejahatan sadis tersebut tidak pernah hadir di Indonesia. Ia mengaku memiliki informasi dari beberapa negara seperti Nepal, India, Thailand, dan Bangladesh soal penjualan organ.
Untuk itu, Arist juga mengajak orangtua untuk waspada dan menjaga anaknya. "Ini perlu diwaspadai. Untuk itu masyarakat juga perlu waspada. Tapi jangan sampai menjadi paranoid juga," kata dia.
Arist juga berharap agar isu penculikan anak tersebut tidak sengaja dimunculkan untuk mengalihkan isu yang sedang ramai saat ini.
Â