Liputan6.com, Jakarta - Madi sudah tak lagi muda. Usia lelaki satu cucu ini sudah menginjak 50 tahun. Lebih dari setengah hidupnya ia habiskan bergumul dengan jenazah.
"Kalau dulu boleh dibilang sukarela," ucap Madi mengawali perbincangan dengan Liputan6.com, Jumat 24 Maret 2016.
Baca Juga
Madi merupakan seorang pekerja harian lepas yang bertugas memandikan jenazah di Dinas Kehutanan DKI Jakarta (dahulu Dinas Pemakaman dan Pertamanan). Ia memulai kariernya dengan menjadi relawan pada 1990.
Advertisement
Madi mengatakan, dirinya belajar cara memulasarakan jenazah dari bapak dan teman-teman sesama pemandi jenazah. Terlebih, ada dorongan penasaran yang bergelayut di benaknya. Rasa penasaran ini yang membuat dirinya memberanikan diri memandikan jenazah.
"Saya cuma pengen tahu, gimana rasanya megang orang yang sudah enggak ada nyawanya, gitu aja," tutur Madi.
Selang beberapa lama, Madi mendapat kesempatan untuk menuntaskan rasa penasaran. Bapaknya sedang bertugas saat itu. Dia pun ikut membantu sang bapak memandikan jenazah.
"Saya pengen megang tuh pas kakinya. Ooo ternyata begini," kata Madi mengungkapkan pengalaman pertamanya.
Pengalaman ini menjadi pembuka cerita Madi sebagai pemandi jenazah. Banyak kisah yang kemudian dilalui lelaki yang tinggal di Tangerang, Banten ini. Mulai dari menangani jenazah yang berbentuk hingga tak berbentuk. Jenazah yang utuh hingga yang tercabik dan acak-acakan.
Berbagai korban bencana dan peristiwa berdarah di seantero Ibu Kota pernah dia tangani. Salah satunya, tragedi kerusuhan Mei 1998 yang menumbangkan banyak korban. Kesemuanya cukup membekas.
Apalagi, kata Madi, dirinya juga kerap mendapati jenazah yang terpisah dari keluarga. Sebab, banyak orang tua telantar atau ditelantarkan keluarga meninggal di panti sosial. Ini membuat benak Madi tak keru-keruanÂ
"Sepuluh banding satu deh yang ada keluarganya," ucap Madi.
Ini jadi alasan Madi rela melalukan apa pun untuk memandikan jenazah. Di benaknya, jasad yang dia mandikan merupakan jenazah manusia. Bukan bangkai hewan yang tak butuh diurus. Sampai-sampai, dia harus terkena cairan dari jasad yang dimandikan.
"Kadang-kadang kejadiannya lagi malam dan mati lampu," ujar dia.
Namun, Madi tak mau mengeluh soal pekerjaan yang dia jalani. Baginya, memulasarakan jenazah tak sekadar pekerjaan. Ini sudah menjadi jalan hidup sekaligus caranya beramal.
Pandangan ini tak begitu saja lahir. Pengalaman panjang selama 27 tahun sudah banyak mengajari Madi tentang arti menghormati pekerjaannya.
"Pekerjaan seperti ini ya menurut saya mulia. Di samping kita ibadah, kita dapat honor," kata Madi sembari tersenyum.