Liputan6.com, Jakarta - "Gue udah bosen malak. Gue mau jadi orang bener."
Hujan baru saja reda. Tiga pekerja proyek sedang melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Mereka bekerja untuk sebuah rumah berukuran 8x14 meter. Bangunan itu rencananya akan dibuat panti asuhan khusus anak jalanan di RT 03 RW 03, Kelurahan Kelapa Dua, Kelapa Dua, Kabupaten Tengerang, Banten.
"Bagaimana? Ada kurang atau enggak?" ujar Anyen, penanggung jawab pembangunan panti asuhan.
Baca Juga
"Tidak bang. Ini cukup," jawab satu dari tiga pekerja.
Advertisement
Anyen bernama lengkap Hasan Gofar. Dulunya dia adalah 'penguasa' Kelapa Dua. Preman. Orang-orang segan kepadanya. Perangainya ringan tangan. Bogem mentah tidak terhitung bila seseorang berhadapan dengan dirinya. Saban hari selalu saja terdengar adu otot Anyen dengan seseorang atau kelompok tertentu.
Kepada Liputan6.com, Anyen bercerita mengenai bangunan yang tengah dalam proses penggarapan di atas tanah seluas 400 meter persegi. Siapa sangka, bangunan itu merupakan mimpi yang lama dia tunggu untuk mewujudkannya: panti asuhan.
Anyen tidak sendiri. Dia dan beberapa rekannya sesama preman dulu bergabung membantu mewujudkan mimpi mendirikan panti asuhan tersebut. Dia menamakan komunitasnya Al-Ikhlas Nusantara. Mereka terdiri dari preman dan juga pengamen jalanan yang biasa beredar di Kelapa Dua.
Mimpi lain pria 48 tahun itu selain panti asuhan, adalah lepasnya stigma di masyarakat tentang preman. Komunitas yang dibentuknya diharapkan menjadi bukti bahwa preman juga bisa pensiun dan berkontribusi bagi masyarakat.
"Gue pengen menghilangkan asumsi masyarakat bahwa orang jalanan itu punya hati," tutur Anyen.
Sebelum menggarap tanah yang sedang dibangunnya kini, Anyen sempat menerima tanah sleuas 40 meter persegi. Tanah itu dihiasi gunungan sampah. Meski sampah dipindahkan secara bergotong-royong, namun masalah tidak selesai sampai di situ.
Ada penolakan dari masyarakat sekitar. Mereka menolak rencanan Anyen Cs membangun panti asuhan anak jalanan di sana.
"Tokoh masyarakat kurang mendukung karena yang membangun rumah anak yatim adalah orang-orang jalanan. Boleh katakan, mungkin asumsi mereka kita ini orang-orang enggak beres dan enggak bener," tutur Anyen.
Â
Modal Dengkul
Meski bukan dari kalangan berduit, Komunitas Al Ikhlas Nusantara punya tekad kuat. Rumah Yatim Piatu harus tetap berdiri. 52 anggota yang tergabung dalam komunitas yang diketuai Anyen harus rela urungan seribu rupiah sehari. Langkah ini dia lakukan setelah peletakan batu pertama di atas tanah garapan.
Anyen optimistis niatnya dapat terlaksana meski mengantongi amunisi seadanya. Sebab, dia pernah bermodalkan nol rupiah merenovasi sebuah masjid di Lebak, Banten. Sebab itu dia yakin pasti ada jalan untuk kemaslahatan bersama.
"Berjalan saja lah, mengalir saja," ujar Anyen.
Iuran itu pula yang nantinya menjadi bekal untuk menghidupi anak yatim. Bila satu anggota mampu mengumpulkan seribu sehari, maka dalam sebulan setiap anggota membayar iuran Rp 30 ribu per bulannya.
"Masa iya kita ga bisa ngempanin (memenuhi kebutuhan) kalau untuk 2-5 orang," kata dia.
Anggota Komunitas Al Ikhlas Nusantara tidak hanya dari Kelapa Dua, satu di antaranya berasal dari Papua. Namanya Ruslan Abdul Ghani. Mereka memanggilnya Pace Ghani. Dia baru bergabung selama dua minggu. Pace Ghani juga bergotong royong dalam pembangunan panti asuhan.
"Dengan kita bergabung dengan mereka. Akhirnya kita masing-masing tau punya keahlian. Ada yang bisa nyanyi, ada yang bisa pijit. Dari situ, kita berpikir. Teman-teman ini punya keahlian masing-masing," ujar Pace Ghani.
Lomba MTQ Khusus Orang Jalanan
Meski pembangunan belum rampung, Anyen dan komunitasnya sudah menyiapkan berbagai program. Salah satunya adalah lomba Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ). Rencananya kegiatan ini dilaksanakan ketika peresmian rumah panti asuhan. Dia membuka pintu peserta tidak hanya dari Kelapa Dua.
"Silakan mau dari mana aja, dari luar Kelapa Dua, luar komunitas, silakan. Tapi yang penting statusnya orang jalanan," ujar Anyen.
Meski pendaftaran belum dibuka, namun sudah ada delapan calon peserta yang ingin adu kebolehan membaca ayat suci Al Quran dengan merdu. Lima orang di antaranya dari komunitas Al-Ikhlas Nusantara dan tiga orang lainnya dari pengamen Parung Panjang dan pengamen Perum I, Karawaci.
Meski demikian, Anyen menyadari bahwa dari 52 anggota yang tergabung tidak seluruhnya melepaskan atribut premannya. Oleh sebab itu, tidak sedikit orang yang tidak percaya niatan Anyen Cs membangun panti asuhan.
"Ah, ngaco aja. Masa orang preman bisa ngebangun masjid. Kalau mau nipu yang bener ajalah," kata Anyen menirukan respons seseorang saat mendengarkan rencana pembangunan panti asuhan. (Fitra Hasnu).
Advertisement