Sukses

Sidang E-KTP, 6 Anggota DPR Disebut Menekan Miryam Haryani

Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo membantah menekan Miryam S Haryani untuk tidak mengakui penerimaan dan bagi-bagi uang e-KTP.

Liputan6.com, Jakarta - Tiga penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dihadirkan dalam sidang kasus korupsi e-KTP untuk dikonfrontasi dengan mantan anggota Komisi II DPR, Miryam S Haryani. Mereka menyatakan tidak menekan Miryam saat pemeriksaan penyidikan dan justru membongkar pihak yang menekan politikus Partai Hanura itu.

"Beliau disuruh oleh pihak yang dikatakan adalah anggota Komisi III DPR untuk tidak mengakui fakta menerima dan membagi-bagi uang. Yang bersangkutan dikatakan kalau sampai mengaku, nanti dijebloskan," ujar Novel Baswedan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Novel mengatakan, ada enam orang yang diduga menekan Miryam S Haryani agar tidak mengakui fakta menerima uang.

Ancaman itu disampaikan Miryam kepada penyidik KPK yang memeriksanya pertama kali di KPK, yakni Novel Baswedan, Ambarita Damanik, dan Irwan Santoso.

"Ada enam, pertama Bambang Soesatyo, Aziz Syamsudin, Desmond J Mahesa, Masinton Pasaribu, Syarifudin Suding. Satu lagi saya lupa namanya," kata Novel. 

Bantahan Bambang Soesatyo

Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo membantah menekan Miryam S Haryani untuk tidak mengakui penerimaan dan bagi-bagi uang e-KTP.

"Saya minta buka siapa sumber? Kredibel enggak? Kapan saya berkomukasi atau bertemu? Bagaimana cara saya menekannya. Jelas, ada upaya pembunuhan karakter pada diri saya," kata Bambang Soesatyo dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Kamis (30/3/2017).

Dia mengatakan, bahkan sempat ragu dengan peryataan Miryam diancam dan ditekan oleh penyidik KPK saat pemeriksaan karena semua termonitor oleh kamera. "Kok sekarang malah saya yang diisukan. Menekan Miryam? Saya akan perkarakan. Sangat tendensius dan cenderung fitnah," ucap politikus Partai Golkar tersebut.

Bambang mengaku menyesalkan pernyataan penyidik Novel Baswedan dalam persidangan kasus e-KTP pagi ini karena tanpa melakukan cross check terdahulu.

"Jelas saya dan beberapa teman Anggota Komisi III sangat dirugikan dengan tudingan Miryam tersebut sebagaimana dikutip Novel," kata dia.

Bambang menyatakan akan melaporkan tindakan pencemaran nama baiknya dan fitnah itu ke Bareskrim Mabes Polri. Dia akan menjadikan keterangan Novel di pengadilan tersebut dan akan meminta rekaman Miryam kepada pemimpin KPK saat pemeriksaan yang membawa namanya dan sejumlah anggota Komisi III DPR.

"Ini sudah keterlaluan dan tidak boleh dibiarkan seseorang Miryam menuduh-nuduh dan menyebut-nyebut nama orang seenaknya," kata dia.

Dia menyatakan, tidak sepenuhnya menyalahkan Novel Baswedan. Sebab, penekanan dari penyidik KPK hingga anggota DPR itu berdasarkan keterangan Miryam.

"Tapi harusnya bisa dikonfrontasi terlebih dulu ke kami yang namanya dibawa-bawa itu. Jadi, saya melihat Miryam ini sedang berusaha memfitnah sana-sini," kata dia.

Ilustrasi (Istimewa)

Masinton dan Desmon Membantah

Sedangkan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu, menyatakan belum pernah bertemu Miryam meski sesama anggota dewan di Senayan, khusus untuk membahas kasus e-KTP.

"Bahwa saya belum pernah ketemu Miryam membicarakan khusus kasus e-KTP. Meskipun sama-sama anggota DPR namun saya sangat jarang sekali ketemu Bu Miryam. Karena kami berada dalam komisi dan fraksi yang berbeda," kata Masinton kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Masinton menerangkan, pengakuan Miryam tersebut tidak benar. Politikus PDIP ini mengaku telah menanyakan kepada Ketua Komisi III Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa, yang juga namanya disebut Novel Baswedan dalam pengakuan Miryam.

"Saya nyatakan bahwa tuduhan itu tidak benar. Ketika saya ketemu dengan Mas Bambang Soesatyo dan Desmon Mahesa barusan di ruang rapat Komisi III beliau juga membantah rumor tersebut," ucap Masinton.

Bantahan Aziz Syamsuddin

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Aziz Syamsuddin juga membantah pernyataan Miryam yang menyebut dirinya memberi tekanan kepada Miryam agar tidak mengaku membagi-bagikan uang proyek tersebut.

Aziz mengaku tidak pernah berbicara dengan Miryam soal e-KTP. Terlebih, ia menambahkan, keduanya tidak pernah berada dalam satu komisi di DPR.

"Tidak benar, kita tidak pernah satu komisi sama Ibu Miryam, kita juga kaget Ibu Miryam menyatakan hal seperti itu. Saya juga bercerita sama Pak Masinton memang kita pernah ngobrol, saya bilang saya enggak pernah ketemu sama Ibu Miryam dan tidak pernah bicara," kata Aziz di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Menurut Aziz, pernyataan Miryam itu harus dibuktikan kebenarannya di hadapan majelis hakim di persidangan.

"Beliau mengatakan itu dalam persidangan tentu itu merupakan fakta hukum harus diperhatikan hakim, apabila Miryam tidak bisa membuktikan bahwa keterangan di muka pengadilan itu bagian dari fakta hukum, itu dapat merupakan kena tindak pidana tersendiri tindak pidama tersendiri itu harus diusut oleh hakim," beber Aziz.

Politikus Partai Golkar ini mengakui mengenal Miryam S Haryani, tetapi hanya sebatas sesama anggota dewan.

Ilustrasi (Istimewa)

Bantahan Sudding

Sarifuddin Sudding mengaku tidak mengerti dengan tuduhan menekan Miryam dalam kasus e-KTP tersebut. Dia mengatakan tudingan penyidik KPK Novel Baswedan membingungkan.

"Saya sendiri juga tidak mengerti. Kapan dan di mana saya dekatnya saya sendiri enggak mengerti. Saya betul-betul bingung dan enggak ngerti saya," kata Sudding kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Menurut dia, meski satu fraksi, dia tidak pernah membicarakan soal e-KTP dengan Miryam. Terlebih, dia dan Miryam beda komisi.

"Saya sendiri enggak tahu ya. Saya enggak ngerti karena enggak pernah bicara dengan dia soal e-KTP. Kapan dan dimana saya datangnya. Makanya saya bingung, kenapa bisa lari ke Komisi III ya kan," ujar Sudding.

Dia menegaskan tidak tahu sama sekali tentang kasus e-KTP. Apalagi sampai menekan Miryam untuk tidak mengakui soal bagi-bagi uang proyek tersebut.

"Makanya saya heran. Saya benar-benar enggak ngerti gitu lho, jadi betul-betul saya enggak tahu karena enggak pernah bicara soal e-KTP. Apalagi itu kan di Komisi II kok lari ke Komisi III ya," tandas politikus Partai Hanura tersebut.