Liputan6.com, Jakarta - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengatakan, dirinya sempat meminta agar mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani mengembalikan uang yang diterima dari pengadaan KTP elektronik yang berujung korupsi e-KTP.
Novel mengaku, permintaan tersebut dia sampaikan kepada Miryam lantaran politikus Partai Hanura itu sempat mengakui menerima uang.
"Saya beritahu terkait uang yang diterima, untuk semakin memperjelas sikap kooperatif dan kewajiban sebaiknya dikembalikan," ujar Novel saat bersaksi dalam persidangan perkara korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/3/2017).
Advertisement
Permintaan tersebut Novel sampaikan pada saat pemeriksaan terakhir terhadap Miryam, pada 24 Januari 2017. Menurut Novel, saat itu Miryam enggan mengembalikan karena mendapat ancaman dari rekan-rekannya sesama anggota DPR.
"Yang bersangkutan (Miryam) bilang 'kalau dikembalikan habis saya sama kawan-kawan saya di DPR'," kata Novel menirukan pernyataan Miryam.
Mendengar pernyataan Miryam tersebut, Novel pun bersedia memberikan perlindungan kepada Miryam. "Saya bilang tidak usah takut menyampaikan kebenaran. Kalau merasa terancam bisa dilindungi oleh LPSK," kata Novel.
Pada sidang korupsi e-KTP, Kamis 23 Maret 2017, Miryam mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Miryam mengaku tertekan saat diambil keterangan oleh tiga penyidik, Novel Baswedan, Damanik dan Irwan Susanto. Ketiga penyidik tersebut kini dihadirkan untuk dikonfrontasi dengan Miryam.
Miryam merupakan salah satu saksi yang dihadirkan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto. Dalam dakwaan, Miryam disebut sebagai pihak yang membagi-bagikan uang bancakan. Miryam juga disebut menerima aliran dana sebesar USD 23 ribu.
Diketahui, dua mantan anak buah Gamawan Fauzi, yakni Irman dan Sugiharto didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dalam proyek e-KTP. Irman dan Sugiharto didakwa merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Irman merupakan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara itu, Sugiharto ialah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri.
Atas perbuatannya itu, Irman dan Sugiharto didakwa melangar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam dakwaan korupsi e-KTP disebutkan nama-nama besar yang diduga ikut menikmati aliran dana megaproyek senilai Rp 5,9 triliun. KPK juga sudah menetapkan satu tersangka baru, Andi Agustinus alias Andi Narogong. Andi diduga sebagai 'operator utama' bancakan proyek e-KTP.