Sukses

Peliknya Kasus E-KTP

Pelik, sebuah kata yang digunakan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menggambarkan kasus e-KTP.

Liputan6.com, Jakarta - Pelik, sebuah kata yang digunakan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menggambarkan kasus e-KTP. Kepelikan dihadapi tak hanya saat penyelidikan dan penyidikan. Kasus ini pun bertambah rumit ketika bergulir di pengadilan.

Salah satu saksi kunci dalam kasus ini, Miryam S Haryani, mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di pengadilan. Pencabutan BAP oleh mantan anggota Komisi II DPR RI itu dilakukan pada persidangan keempat pada 23 Maret 2017.

"Saya takut, saya diancam sama penyidik, pemberian jawaban di BAP itu hanya untuk menyenangkan mereka, saya jawab asal-asalan Pak. Jadi tidak pernah saya dapat uang (50 Juta dari Ketua Komisi II)," kata dia sambil menangis saat itu.

Dia mengaku sempat diancam penyidik senior KPK Novel Baswedan. Ancaman itu diterima saat pemeriksaan pertama sebagai saksi terhadap tersangka Irman dan Sugiharto.

"Pertama kali disidik, Pak Novel bilang, sebenarnya ibu (Miryam) mau ditangkap dari tahun 2010," ujar Miryam di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis 30 Maret 2017.

Selanjutnya pada pemeriksaan kedua, Miryam mengaku masih juga tertekan dengan omongan Novel. Terlebih saat pemeriksaan yang berlangsung di ruangan berukuran 2x2 meter, dia kerap ditinggal oleh penyidik.

Politisi Hanura Miryam S Haryani. (Hanura.com)

"Pemeriksaan kedua juga saya masih tertekan. Masih trauma dengan omongan itu. Dari pagi sampai maghrib sering ditinggal. Dikasih makan sih, tapi ditinggal terus," kata Miryam.

Pada pemeriksaan keempat kasus e-KTP, Miryam mengugkapkan dirinya dibuat mabuk lantaran mulut Novel Baswedan tercium aroma durian. "Saya mual dan pusing, muntah-muntah," ujar Politikus Hanura tersebut.

Mendengar peryataan Miryam, Novel pun menyampaikan pembelaan kepada majelis hakim. Menurut dia, apa yang disampaikan Miryam tidak semuanya benar. "Kalau ibunya sakit, iya, saya tahu itu," ucap Novel.

Sementara terkait pernyataan Miryam yang mual di sebuh lorong, dikatakan Novel itu tidak benar. Novel beranggapan jika Miryam mual dan terlihat sakit maka akan dipanggilkan dokter.

"Untuk mulut saya yang bau durian. Saya memang makan kue dari rekan saya, rasanya rasa durian. Tapi saya tidak makan durian, karena tidak boleh ke gedung KPK bawa durian," jelas Novel.

Ilustrasi Korupsi (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Tak sampai di situ, kasus e-KTP ini juga melibatkan puluhan nama-nama besar. Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan KPK akan mengungkap 70 orang yang turut dalam megakorupsi ini.

"Untuk selanjutnya, kami ungkap pihak yang turut terlibat secara rinci yang totalnya mencapai 70 orang. 37 nama itu memang di dakwaan belum disampaikan, itu bagian dari 70-an nama (yang terlibat)," tandas Febri, Kamis 9 Maret 2017.

Sementara di sidang e-KTP, jaksa baru membacakan 37 nama yang diduga menikmati aliran dana kasus e-KTP.

KPK mengatakan dua terdakwa, Irman dan Sugiharto adalah simpul utama dalam kasus ini.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan menyebut dugaan korupsi proyek e-KTP pada 2011-2012 sebagai salah satu kasus besar yang tengah ditanganinya. Sudah ada dua tersangka dalam kasus tersebut.

Dia juga mengakui kasus e-KTP ini rumit. Selain karena sudah lama, sejumlah saksi sudah purna tugas.

"Agak pelik memang ini kasus. Disamping sudah lama, orang-orangnya sudah pensiun," kata Basaria, Rabu 16 November 2016.