Sukses

Melchias Markus Mekeng: Saya Tak Pernah Lihat Uang Kasus E-KTP

Pada dakwaan kasus e-KTP itu, Mekeng diduga menerima uang US$ 1,4 juta.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah nama disebut menerima uang terkait kasus e-KTP, termasuk politikus Golkar Melchias Markus Mekeng. Pada dakwaan kasus megakorupsi itu, Mekeng diduga menerima uang US$ 1,4 juta.

Namun, dia membantahnya. Dia bahkan mengaku tidak pernah melihat uang itu.

"Saya enggak pernah lihat itu uang 1,4 juta dolar dan kapan diserahin, di mana diserahin dan siapa yang serahin, kita itu kan harus dibuktikan di pengadilan. Tidak bisa di negara ini kita fitnah sembarang orang," ujar Mekeng saat datang ke Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (3/4/2017).

Dia pun menampik tahu tentang bagi-bagi uang dalam kasus e-KTP. Sebab, pada saat itu, dia berada di Komisi XI yang tidak ada hubungannya dengan proyek e-KTP. Terlebih, saat dia memimpin Banggar, pembahasan soal e-KTP sudah rampung.

"Saya enggak tahu karena saya enggak dalam posisi itu karena saya kan di Komisi XI. Pada saat saya pimpin badan anggaran, pembahasan itu sudah selesai. Karena itu kan usulan dari pemerintah jadi di DPR dibahas di Komisi II tentang program dan anggarannya," Mekeng menjelaskan.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kembali menggelar sidang kasus e-KTP. Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menghadirkan 10 saksi. Salah satunya politikus Golkar Melchias Markus Mekeng.

Jaksa KPK akan menghadirkan mantan Kepala Banggar, Olly Dondokambey; mantan Ketua Fraksi Demokrat, Jafar Hafsah; politikus Demokrat, Khatibul Umam Wiranu; adik pengusaha rekanan Kemendagri Andi Narogong, Vidi Gunawan; pensiunan Kemendagri, Yosep Sumartono; dan eks staf Fraksi Demokrat, Eva Ompita Soraya.

Sidang ini menghadirkan dua mantan pejabat Kemendagri sebagai terdakwa. Dua terdakwa tersebut adalah Irman dan Sugiharto. Keduanya didakwa melakukan korupsi dalam kasus e-KTP untuk memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi.

Oleh karena itu, mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.