Sukses

Mengenal Haji Darip, Panglima Perang Klender Sahabat Bung Karno

Tak hanya pandai berdakwah, kemampuan ilmu bela diri Haji Darip membuat dia diperhitungkan oleh penjajah Belanda.

Liputan6.com, Jakarta - Perjuangan merebut kemerdekaan di tanah Betawi tak bisa lepas dari peran ulama dan guru agama yang menjadi panutan bagi masyarakat saat itu.

Tak hanya berdakwah dan menyampaikan syiar islam, para ulama bahkan ikut turun ke jalan memimpin perlawanan menghadapi penjajah.  

Salah satu ulama yang cukup melegenda yaitu Muhammad Arif atau biasa dikenal dengan Haji Darip. Bagi masyarakat Betawi di Jakarta Timur, khususnya kawasan Klender, nama Haji Darip sudah tak asing lagi. Dia dikenal sebagai ulama sekaligus pemimpin perlawanan terhadap kompeni Belanda dan Jepang.

Selepas menimba ilmu di Mekah dan Madinah selama beberapa tahun, Haji Darip kembali ke tanah kelahirannya di kawasan Klender untuk berdakwah. Tak hanya menyampaikan syiar Islam, Haji Darip juga mengajarkan ilmu bela diri atau main pukul yang dimilikinya.

Pria asli Betawi kelahiran 1886 itu memulai perjuangan melalui dakwah dari satu musalah ke musalah di kawasan Klender. Karena dakwah dan syiar islamnya itu, murid dan pengikut Haji Darip lambat laun terus bertambah.

Haji Darip tak sendiri, dia mengajak serta ulama lainnya seperti KH Mursidi dan KH Hasbiallah untuk turut berjuang. Lokasi tempat mereka menyebar semangat perjuangan kini telah berubah menjadi sebuah bangunan Masjid, bernama Masjid Al Makmur di kawasan Klender.

Tiga pendekar cilik memeragakan gerakan pencak silat di Jakarta, Minggu (7/8). Sekitar 1000 pendekar memadati Bundaran HI untuk merayakan Lebaran Pendekar Betawi 2016. (Liputan6.com/Angga

Dalam berbagai literatur yang dikumpulkan Liputan6.com disebutkan, Haji Darip pernah berjuang bersama Presiden Sukarno melalui jalur 'bawah tanah' di kawasan Cilincing dan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Baik zaman Belanda maupun Jepang ia tetap berjuang di jalur perang.

Dari perjuangan bersama ulama, Haji Darip sempat membuat Barisan Pejuang Rakyat Indonesia (BPRI) ketika bergerilya  dari Cikarang ke Purwakarta hingga Karawang.

Dalam perjuangannya pasukan Haji Darip menjadi bagian dari perlawanan NICA Belanda yang masuk bersama tentara sekutu. Karena perjuangannya itu, dia pun dijuluki sebagai 'Panglima Perang Klender'. 

Tiga tahun berjuang, Haji Darip tertangkap dan dipenjara di Rutan Grogol yang kini menjadi kawasan Harco.

Perjuangan tak sampai di situ. Setelah bebas dari penjara,  Belanda telah menyerahkan kedaulatan sepenuhnya pada Indonesia, Haji Darip punya tugas lain. Dia kembali mengangkat senjata membersihkan penjajah Jepang dari Jakarta.

2 dari 2 halaman

Berkongsi Dengan Bung Karno

Kemampuan Ilmu bela diri yang dimiliki Haji Darip pun menjadi hal yang ditakuti penjajah. Bahkan tak hanya pandai bersilat, Haji Darip konon mempunyai ilmu kebal dan tidak mempan dibacok. Reputasi Haji Darip di kalangan pejuang makin menjulang.

Reputasinya sebagai 'Panglima Perang' Klender itu pun membuat para tokoh kemerdekaan, seperti Sukarni dan Pandu Kartawiguna datang padanya. Mereka mengajak Haji Darip mengusir Jepang dari Jakarta sebelum Proklamasi dibacakan Soekarno dan Mohammad Hatta.

Apalagi saat itu, isu pasukan Jepang menyerah selepas bom Hiroshima Nagasaki sudah menyebar luas.

Merespons permintaan dua tokoh muda itu, Haji Darip pun mengumpulkan para pengikutinya untuk kembali melawan penjajah. Kali ini misinya mengusir Jepang. Alhasil, Jepang yang berada di Pangkalan Jati, Pondok Gede, dan Cipinang Cempedak berhasil diusir.

Ilmu agama yang didapat dari Mekah dan Madinah itulah yang membuatnya tidak ragu berjuang untuk bangsa.

Ada prinsip yang dipegangnya: mencintai Tanah Air merupakan bagian dari iman. Prinsip itulah yang terus ditanamkan kepada para jemaahnya sehingga tak gentar dalam berjuang.

Sepeninggal pejuang yang tidak mengenal pamrih itu, Haji Darip justru mendapat perlakuan yang kurang baik.

Wartawan senior Alwi Shahab menggambarkan kondisi Haji Darip yang tidak lagi mendapat pensiunan dan tunjangannya sebagai veteran karena dicabut pemerintah. Tak hanya itu, kediaman tempatnya tinggal juga terkena proyek pelebaran jalan dan tergusur.

"Hanya makamnya saja yang kini tersisa di dekat bekas kediamannya," ucap Alwi Shahab.