Liputan6.com, Jakarta Putusan Mahkamah Agung (MA) atas pengajuan uji materi dua Tata Tertib DPD membuat kontroversi. Hal ini lantaran ada salah ketik dalam putusan tersebut yang sulit dipahami.
Juru bicara MA Suhadi mengatakan, semua lembaga peradilan berusaha untuk tidak membuat kesalahan. Namun, kalau memang ada kesalahan, selalu ada jalan keluarnya.
Baca Juga
"Kalau salah ketik, tidak ada pintu lain selain renvoi (pembetulan). Kenapa demikian, karena tidak boleh diubah secara utuh. Kalau diubah lagi dan dibuat baru, timbul dua yang asli. Oleh sebab itu, yang aslinya diadakan pembentulan oleh majelis yang memutuskan," ucap Suhadi di kantornya, Jakarta, Kamis (6/4/2017).
Advertisement
Dia menambahkan, meski setiap instansi peradilan berkomitmen untuk menghindari kekeliruan, manusia sulit untuk luput dari kesalahan.
"Jadi setiap institusi dalam peradilan itu berusaha menghindari kekeliruan. Itu komitmen. Tetapi, kalau itu manusia, pasti tidak luput kesalahan, kalau ada kesengajaan itu perlu ditelusuri," kata Suhadi.
Masih kata dia, untuk kejadian terkait uji materi Tatib DPD, tidak ada kesengajaan dan itu hanya kekeliruan semata. Meskipun dia tak menepis adanya desakan yang berakibat pada salah ketik.
"Tetapi sepanjang ini betul-betul kekeliruan. Mungkin karena ada desakan. Mungkin karena itu, terdapat kekeliruan, salah ketik," ungkap Suhadi.
Saat ditegaskan, apakah desakan itu dari pihak DPD? "Enggak (bukan dari DPD), publik juga," pungkas Suhadi.
Dua Kesalahan Putusan
Sebelumnya, putusan atas permohonan uji materi Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Nomor 1 Tahun 2016 yang mengatur masa jabatan Pimpinan DPD menjadi 2,5 tahun dan Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2017 tentang diberlakukannya 2,5 tahun masa jabatan pimpinan DPD pada periode 2014-2019 menuai masalah.
Dalam putusannya, Mahkamah Agung menyatakan kedua peraturan tersebut harus dicabut dan tidak bisa diberlakukan. Namun, dalam bunyi amar putusan terdapat kesalahan fatal.
Dalam amar putusan perkara Nomor 20 P HUM/2017 terdapat kesalahan di amar Nomor 3 yang berbunyi:
Memerintahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mencabut Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tanggal 21 Februari 2017 tentang Tata Tertib.
Demikian pula dalam amar putusan perkara Nomor 38 P/HUM/2016 yang berbunyi:
Memerintahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mencabut Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tanggal 10 Oktober 2016 tentang Tata Tertib.
Untuk kedua putusan, terdapat dua kesalahan. Pertama, yang disuruh mencabut putusan adalah Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD, padahal yang diperkarakan adalah DPD.
Kedua, yang diperintahkan MA untuk dicabut adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016. Padahal, yang dicabut adalah Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2016 dan Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2017, bukan undang-undang.
Â