Liputan6.com, Jakarta - Pelantikan Oesman Sapta Odang (OSO) menjadi Ketua DPD menimbulkan polemik. Pasalnya, pelantikan tersebut tidak dihadiri oleh Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali, namun hanya diwakilkan oleh Suwardi yang menjabat sebagai Wakil Ketua MA.
Terkait hal itu, juru bicara MA Suhadi mengatakan, pelantikan tetap sah. Pasalnya, jika Ketua MA berhalangan hadir, maka bisa diwakilkan. Dia juga menegaskan, itu bukan melantik, tetapi hanya menuntun sumpah jabatan.
"Jika Ketua MA berhalangan atau tidak ada ditempat, maka Wakil Ketua MA bisa melanjutkan. Dan dalam konteks ini, Ketua MA ketika meninggalkan daerah, sudah memberikan penugasan kepada Bapak Suwardi," kata Suhadi di kantornya, Jakarta, Kamis (6/4/2017).
Jika mengacu kepada Pasal 260 ayat 6 UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 yang menyebut bahwa Pimpinan DPD sebelum memangku jabatannya, mengucapkan sumpah/janji yang teksnya mesti dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung. Namun demikian, bila berhalangan, pelantikan tetap dapat dilakukan tanpa harus ada Ketua MA.
Dia juga menjelaskan, contoh ini bisa dilakukan dan acap kali terjadi. Dimana salah satunya terjadi saat melantik pimpinan DPRD.
"Misalnya mengambil sumpah Ketua DPR provinsi atau kabupaten. Itu kan Ketua Pengadilan. Kalau tidak hadir, maka bisa diwakilkan Wakil Ketua Pengadilan, dan itu sah," jelas Suhadi.
Mantan Hakim MK Jimly Asshiddiqie juga menilai OSO telah sah menjadi ketua DPD RI. Sebab, pelantikan tersebut juga dihadiri oleh hakim agung.
"Secara implisit mengakui (MA) kalau itu sudah benar. Putusan MA alhamdulillah dilaksanakan," kata Jimly.
Meski tak ideal, lanjut dia, OSO yang juga menjabat Ketua Umum Partai Hanura dianggap sah menjabat ketua DPD. Ini lantaran tak ada undang-undang yang melarangnya.
"Itu tidak ideal tapi undang-undang tidak melarang. Periode ini banyak anggota partai atau DPD jadi pengurus partai. Karena yang buat undang-undang kan orang partai juga, tidak ada syarat dia (OSO) tidak boleh berpartai," tandas Jimly.