Liputan6.com, Jakarta - Ketua Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) Jafar Abdul Ghafar (JAG) mangkir dari panggilan penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri. Sejatinya, Jafar diperiksa sebagai tersangka atas kasus pungutan liar (pungli) bongkar muat pelabuhan peti kemas Palaran, Samarinda, Kalimatan Timur pada Kamis (6/4/2017).
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya mengatakan, Jafar beralasan tidak hadir menghadap penyidik karena sakit. Namun, pihaknya tidak menerima surat keterangan sakit dari dokter yang menangani Jafar.
"Tentu kalau dia harus sakit, tentunya saya harus melihat surat dokternya. Saya tidak melihat surat dokternya," kata Agung di Bareskrim Polri, gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta Pusat.
Advertisement
Agung menambahkan, pihaknya masih menunggu sikap kooperatif dari Jafar yang juga anggota DPRD Samarinda. Sebab, pihaknya ingin meminta keterangan dari Jafaar yang terkait dengan simpanan deposito senilai Rp 326 miliar yang diduga hasil pungli.
"Kami pastikan itu berasal dari perbuatan menyimpang sebagaimana yang kami tersangkakan. Kami akan ambil keputusan setelah satu dua hari ini bila tidak hadir lagi," tambah Agung.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menetapkan ketua Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) Jafar Abdul Ghafar (JAG) sebagai tersangka atas kasus pungutan liar bongkar muat pelabuhan peti kemas Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur.
"Benar kami sudah tetapkan JAG sebagai tersangka," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polr, Brigjen Agung Setya saat dihubungi di Jakarta.
Agung mengatakan, peran tersangka adalah menggunakan koperasi sebagai alat untuk memeras. "Yang bersangkutan menggunakan Koperasi samudera sejahtera sebagai alat untuk memeras pengelola dan pengguna jasa pelabuhan di TPK Palaran Samarinda," tambah Agung.
Sebelumnya, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri telah menetapkan tiga orang tersangka. Yakni sekretaris Komura Dwi Harianto, NA, dan AB yang berperan melakukan pemerasan di lapangan.
Dugaan pungli ini berawal saat penyidik mengamankan Rp 6,1 miliar di dalam kantor Komura. Kemudian, berdasarkan hasil pendalaman, penyidik juga menggerebek rumah milik tersangka Dwi dan mendapatkan dokumen-dokumen aliran dana, mobil mewah sebanyak sembilan unit, serta lima unit rumah.
Belakangan penyidik juga mendapatkan kembali nominal yang sangat besar dalam sebuah deposito yakni Rp 326 miliar. Hingga saat ini penyidik masih menelusuri asal usul uang dalam deposito.