Liputan6.com, Jakarta - Kampung Pulo, permukiman padat penduduk yang kerap dilanda banjir setiap musim hujan ini kini telah berubah wajah. ‎Permukiman di bantaran Kali Ciliwung rata dengan tanah setelah terkena proyek normalisasi kali untuk menanggulangi banjir Ibu Kota.
Warga yang bermukim di tempat tersebut pun direlokasi ke Rusun Jatinegara. Beragam kenangan dan cerita mereka di kampung itu terkubur seiring dengan pembangunan turap Ciliwung.
Di balik kisah mereka semua, Kampung Pulo memiliki cerita yang tak banyak diketahui masyarakat Jakarta. Bahkan, oleh warganya sendiri.
Advertisement
Tokoh masyarakat Kampung Pulo, Habib Sholeh bin Mukhsin Alaydrus, ‎menuturkan asal muasal kampung ini. Menurut dia, perkampungan ini sudah ada jauh sebelum RI merdeka. Kampung ini pun disebut-sebut memiliki andil dalam mengusir penjajah.
"Bicara mengenai sejarah Kampung Pulo, sangat panjang. Karena kampung ini sudah ada sekitar abad ke-17 atau sekitar 1.800-an. Sebelum ada Belanda di Indonesia, kampung ini sudah ada lebih dulu," ujar Habib Sholeh kepada Liputan6.com, Jakarta, beberapa waktu lalu.
"Di sini kampung pejuang yang tidak banyak orang tahu," tambah dia.
Kala itu, cerita Habib Sholeh, Kampung Pulo dijadikan sebagai tempat persembunyian para pejuang dari kejaran tentara Belanda. Kawasan ini dulu memang dikenal lebih tertutup, dari perkampungan lain di wilayah Jatinegara.
"Dulu setelah pejuang kita menghabisi Belanda dengan memotong lehernya, kita buang mayat mereka ke Rawa Bangke (sekarang Rawa Bunga). Para pejuang itu langsung mengamankan diri ke Kampung Pulo dan tidak diketahui oleh tentara Belanda lainnya," ujar dia mengawali cerita.
Dulu, Kampung Pulo merupakan hutan tak berpenghuni. Namun pada zaman penjajahan Belanda, kawasan ini menjadi wilayah Meester Cornelis. Kampung Pulo pun berubah menjadi pusat perniagaan di timur Batavia --Jakarta kala itu. Apalagi, lokasinya tidak jauh dari pasar dan Stasiun Jatinegara.
Situs Sejarah
Semula, mayoritas penduduk Kampung Pulo adalah masyarakat Betawi. Namun pada 1970-an banyak pendatang bermunculan seiring pesatnya pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. Mereka adalah warga sekitar Jakarta yang menjual bambu dari wilayah hulu ke Pasar Senen dan Meester, Jatinegara.
Ada sejumlah situs sejarah yang kini tinggal menjadi saksi bisu kejayaan Kampung Pulo zaman dulu. ‎Di lokasi itu, disebut terdapat 3 makam keramat sejak ratusan tahun silam. Juga tempat ibadah yang telah berdiri sejak RI belum merdeka.
Situs-situs sejarah ini di antaranya, makam Habib Husin bin Muksin Bin Husin Alaydrus atau biasa disebut Shohibul Makam. Makam ini sudah ada sejak 1830. Kemudian Makam Kiai Lukmanul Hakim atau Datuk yang sudah ada sebelum 1930. Ada juga Makam Kiai Kasim sejak 1953. Selain itu, berdiri Musala At Tawwabin sejak 1927, yang kini telah direnovasi menjadi masjid.
"Dulu warga Kampung Pulo memang memegang erat tradisi memakamkan anggota keluarga di lokasi rumah sendiri. Jadi sering ditemukan makam yang berada di dalam rumah," pungkas Habib Sholeh.
Kini kampung bersejarah itu tinggal nama. Segala cerita tentangnya akan menjadi kenangan, yang bisa diceritakan untuk anak cucu nantinya.
Advertisement