Liputan6.com, Jakarta Ketua MPR Zulkifli Hasan mengingatkan untuk tidak terus memperdebatkan perbedaan yang ada di antara umat muslim Indonesia. Sebaliknya, kata Zulkifli, yang harus dipikirkan adalah bagaimana menyatukan umat Islam, yang merupakan mayoritas, menjadi satu kekuatan ekonomi bangsa.
"Perbedaan jangan terus diperdebatkan, simpan perbedaan itu," kata Zulkifli saat membuka Konferensi Persatuan Umat dan Sunah yang dihadiri ratusan ulama dari sejumlah negara di ASEAN dan Timur Tengah di Bogor, Jumat 7 April 2017.
Baca Juga
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu menambahkan, tantangan umat Islam sekarang adalah bagaimana menyatukan perbedaan agar tidak terpecah belah.
Advertisement
Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan agama, harus terus berupaya menjaga persatuan dan kesatuan dalam asas Kebhinekaan.
Menurut Zulkifli ada tiga kunci untuk menjadi satu bangsa yang maju. Pertama, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Suatu bangsa, kata dia, akan maju dan berkembang karena adanya ilmu pengetahuan dan teknologi. "Padahal dulu Islam berjaya selama 700 tahun, kemudian Islam kalah karena tidak menguasai Iptek," ujar Zulkifli.
Kedua, kepercayaan yang terjalin antar umat, antara umat dan pemimpinnya, dan antara kelompok-kelompok Islam. Kepercayaan ini akan menjadi kekuatan sehingga tidak mudah dipecah belah.
"Dan ketiga adalah Alquran dan Sunnah Rasul. Jika kita berpegang tiga hal ini, maka Islam akan kembali menjadi kekuatan dunia," papar dia.
Sementara Ketua Penyelenggara Konferensi Persatuan Umat dan Sunah Yusuf Usman Baisa mengatakan, konferensi ini digelar untuk pertama kalinya di Indonesia bekerjasama dengan organisasi dan lembaga dakwah di negara ASEAN serta Timur Tengah.
"Konferensi ini bertujuan untuk menyatukan umat Islam dengan meniadakan pemikiran tentang radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme, karena ini bukanlah pemikiran Islam," kata dia.
Konferensi tersebut juga untuk menyampaikan kepada dunia bahwa Islam merupakan agama rahmatan lillalamin. Menurut Yusuf, adanya faham radikalisme, terorisme, dan ekstrimisme sebagai akibat dari kebodohan atas ajaran Islam yang salah.
"Kebodohan tidak mengerti soal Islam, sehingga terjadi kesalahpahaman, menampilkan sosok yang tidak Islami," ucap Yusuf.