Sukses

KPK Cegah 2 Saksi Korupsi E-KTP ke Luar Negeri

KPK kembali melakukan pencegahan keluar negeri terhadap dua pihak swasta terkait kasus korupsi e-KTP.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan pencegahan keluar negeri terhadap dua pihak swasta terkait kasus korupsi e-KTP. Mereka adalah Inayah dan Raden Gede, dua saksi atas tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong.

"Hari ini kita lakukan pencegahan ke luar negeri untuk dua saksi e-KTP. Pencegahan ini  untuk enam bulan kedepan atas nama Inayah dan Raden Gede, dua saksi dengan penyidikan atas tersangka AA (Andi Agustinus)," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta Selatan, Senin (10/4/2017).

Febri menuturkan, pencegahan terhadap dua saksi tersebut adalah sebagai tindaklanjut dari penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik di dua rumah Andi Narogong di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.

"Setelah kita lakukan penggeledahan dan penyitaan dokumen, aset, dan keuangan yang diindikasikan kepada tersangka, dan juga dua mobil yang yang kita sita. Hari ini kita sampaikan bahwa dua orang yang sebagai tindaklanjut dari penggeledahan itu kita lakukan pencegahan ke luar negeri," kata dia.

KPK telah menetapkan dua terdakwa dalam kasus korupsi e-KTP adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan Pasal 2 ayat 1 atas Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

KPK juga telah menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka dalam perkara tersebut.

Andi disangkakan Pasal 2 ayat 1 atas Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.

Sementara ada satu lagi tersangka terkait kasus e-KTP ini. Dia adalah mantan Anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani. Dia disangka melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.